Jumat, 29 Januari 2016

Konvensi Hak Anak


A. Definisi Hak Asasi Manusia (Human Rights) 
Secara universal Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai mati sebagai anugerah dari Tuhan YME. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut, yang mana karena ia adalah seorang manusia. Hak Asasi Manusia muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. Hak Asasi Manusia bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Dasar-dasar Hak Asasi Manusia tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. (Jack Donnely)

Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugerah atau pemberian langsung dari Tuhan Yang Maha Esa.

B. Sejarah Hak Asasi Manusia Di Indonesia
sejarah-ham-di-indonesia.jpgUntuk sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia terbagi menjadi dua periode menurut Prof. Dr. Bagir Manan, yang ada dalam buku berjudul Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia, yaitu :
Sebelum kemerdekaan (1908 – 1945)
Untuk perkembangan Hak Asasi Manusia dalam periode ini banyak dijumpai pada organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia, seperti Budi Utomo (hak mengeluarkan pendapat), Serikat Islam (hak hidup layak dan bebas penindasan), Perhimpunan Indonesia (hak menentukan nasib sendiri), dan Partai Komunis Indonesia (hak berkaitan dengan alat produksi).
Sesudah kemerdekaan (1945 – hingga sekarang)
Untuk pemikiran Hak Asasi Manusia  pada periode ini semakin berkembang dari tahun ke tahun. Pada periode ini juga Hak Asasi Manusia semakin berkembang dan menekankan kepada hak-hak mengenai :
·       Hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat terutama pada parlemen pemerintahan
·       Self determination yang artinya hak untuk merdeka
·       Hak kebebasan untuk berserikat melalui suatu organisasi politik yang telah didirikan
Adapun perkembangan Hak Asasi Manusia pada periode-periode yang ada pasca kemerdekaan, sebagai berikut :
·       Periode 1950 – 1959
Pada periode ini lebih menekankan kepada kebebasan dalam berdemokrasi secara liberal dengan berfokus kepada kebebasan individu.
·       Periode 1959 – 1966
Pada periode ini Hak Asasi Manusia tidak mendapatkan perkembangan yang cukup luas, yang artinya pemerintah melakukan pemasungan terhadap Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia hanya berpusat pada hak sipil, seperti hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan aspirasi melalui tulisan.
·       Periode 1966 – 1998
Pada periode ini Hak Asasi Manusia semakin berkembang dengan pesat, dimulai dari diberikannya hak uji materil dari Mahkamah Agung dan pemikiran Hak Asasi Manusia tidak lagi hanya sekedar wacana saja melainkan sudah dibentuk dengan lembaga penegakkan hukum yang berlaku.
·       Periode 1998 – sekarang
Pada periode ini Hak Asasi Manusia telah mendapatkan perhatian resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945, guna menjamin Hak Asasi Manusia dan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasai Manusia.

C. Hak Asasi Anak Dan Sejarahnya
Untuk mendapatkan hak asasi manusianya secara utuh, anak perlu dilindungi secara hukum oleh lingkungan dimana ia berada mulai dari orangtua, keluarga, masyakarat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, bahkan dunia internasional.
Setiap anak pada saat ia dilahirkan adalah termasuk subjek hukum, yakni sebagai pribadi kodrati dimana ia dilahirkan dalam keadaan merdeka, tidak boleh disiksa atau bahkan dilenyapkan. Anak-anak bahkan sejak ia didalam kandungan mempunyai hak untuk hidup, dipelihara, dan dilindungi bagaimanapun kondisi fisik dan mental anak tersebut. Upaya pemenuhan hak anak dapat dilakukan terutama oleh orang tua dan keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Hal itu disebabkan anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun sosial sehingga bergantung pada orang dewasa. Kondisi anak yang rentan seperti itulah seringkali beresiko terhadap kegiatan yang mengandung unsur eksploitasi maupun kekerasan.
Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.
Sejarah dari hak anak itu sendiri tidak terlepas dari beberapa rentang peristiwa berikut :
*1923 : Seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan 10 pernyataan hak – hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.
*1924 : Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Bangsa – Bangsa.
*1948 : Diumumkan Deklarasi Hak Asasi Manusia.
*1959 : PBB mengadopsi Hak – Hak Anak untuk kedua kalinya.
*1979 : Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (KHA).
*1989 : KHA diadposi oleh majelis umum PBB dan pada tanggak 20 November 1989 dimana KHA berisi 54 pasal.
*1990 : Indonesia menandatangani KHA di markas besar PBB di New York.
*1990 : Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No. 36 Tahuun 1990 tanggal 25 Agustus 1990.
*1990 : 2 September 1990, KHA disepakati sebagai hukum international.
*1999 : Indonesia mengeluarkan UU No.30 tahun 1990 oleh HAM.
*2002 : Indonesia mengeluarkan UUPA (Undang – Undang Perlindungan Anak) No. 23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 Bab dan 93 Pasal.
Dan sampai saat ini juga telah dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bertugas mengawasi pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemenuhan hak – hal anak.

D. Tujuan Hak-Hak Anak
Tujuan Hak-Hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh. Hak hak anak menentukan bahwa anak tanpa diskriminasi harus dapat berkembang secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka, dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat.
Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa bangsa pada tanggal 20 November 1989.
Agar terwujud maka pemerintah dari seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, melalui UU yang mereka kembangkan ditingkat Nasional. Namun demikian agar anak anak dapat menikmati hak-hak mereka secara penuh konfensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orang tua untuk mendidik, kepada anak-anak sendiri.
Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989; UU No. 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan UU No.1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182, anak didefinisikan sebagai :
setiap manusia yang berusia delapan belas tahun kecuali undang-undang yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.”
Sementara menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak disebut sebagai :
seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

E. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang-undangan tersebut.
Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.
Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

F. Sejarah Pelanggaran HAM Di Indonesia
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh semua manusia. Sejak lahir, tiap-tiap individu telah memilikinya, dan merupakan anugerah dari Tuhan. Tentunya dalam kalangan masyarakat, kita harus menghormati hak orang lain. Namun pada realitanya masih banyak terjadi pelanggaran yang terkait dengan masalah HAM. Jika dilihat ke belakang terdapat beberapa peristiwa yang menyalahi hak asasi, seperti penjajahan yang dilakukan oleh negara Belanda dan Jepang terhadap Indonesia. Selain itu juga banyak contoh lain yang makin marak setelah negeri ini merdeka. Beberapa di antaranya bahkan sampai menimbulkan banyak korban jiwa. Berikut ini beberapa sejarah kasus pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia, diantaranya :
wpid-wp-14121366519691. Kasus tragedi 1965-1966
Sejumlah jenderal dibunuh dalam peristiwa 30 September 1965. Pemerintahan orde baru kemudian menuding Partai Komunis Indonesia sebagai biang keroknya. Lalu pemerintahan saat itu membubarkan organisasi tersebut, dan melakukan razia terhadap simpatisannya.
Razia itu dikenal dengan operasi pembersihan PKI. Komnas HAM memperkirakan 500.000 hingga 3 juta warga tewas dibunuh saat itu. Ribuan lainnya diasingkan, dan jutaan orang lainnya harus hidup dibawah bayang-bayang ‘cap PKI’ selama bertahun-tahun.
Dalam peristiwa ini, Komnas HAM balik menuding Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan semua panglima militer daerah yang menjabat saat itu sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab.
Saat ini, kasus ini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun penanganannya lamban. Tahun 2013 lalu, Kejaksaan mengembalikan berkas ke Komnas HAM, dengan alasan data kurang lengkap.
2. Kasus penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985
Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus alias operasi clurit adalah operasi rahasia yang digelar mantan Presiden Soeharto dengan dalih mengatasi tingkat kejahatan yang begitu tinggi.
Operasi ini secara umum meliputi operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat, khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas, tak pernah tertangkap, dan tak pernah diadili.
Hasil dari operasi clurit ini, sebanyak 532 orang tewas pada tahun 1983. Dari jumlah itu, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Kemudian pada tahun 1984, tercatat 107 orang tewas, di an­­taranya 15 orang tewas ditembak. Setahun kemudian, pada 1985, tercatat 74 orang tewas, 28 di an­taranya tewas ditembak.
mei-19983. Tragedi Semanggi dan Kerusuhan Mei 1998
Pada 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massif yang terjadi hampir di seluruh sudut tanah air. Puncaknya di Ibu Kota Jakarta. Kerusuhan ini diawali oleh kondisi krisis finansial Asia yang makin memburuk. Serta dipicu oleh tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tertembak dalam demonstrasi pada 12 Mei 1998.
Dalam proses hukumnya, Kejaksaan Agung mengatakan, kasus ini bisa ditindaklanjuti jika ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Karena belum ada rekomendasi, maka Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan ke Komnas HAM. Namun belakangan, Kejaksaan Agung beralasan kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti karena DPR sudah memutuskan, bahwa tidak ditemukan pelanggaran HAM berat.
Dalih lainnya, Kejaksaan Agung menganggap kasus penembakan Trisakti sudah diputus oleh Pengadilan Militer pada 1999, sehingga tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.
sumber-pic-httpwww4. Kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib
Munir ditemukan meninggal di dalam pesawat jurusan Jakarta-Amsterdam, pada 7 September 2004 . Saat itu ia berumur 38 tahun. Munir adalah salah satu aktivis HAM paling vokal di Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat Dewan Kontras (Komite Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Namun, hingga hari ini, kasus itu hanya mampu mengadili seorang pilot maskapai Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapat vonis hukuman 14 tahun penjara karena terbukti berperan sebagai pelaku yang meracuni Munir dalam penerbangan menuju Amsterdam. Namun banyak pihak yang meyakini, Polly bukan otak pembunuhan.
Belum juga selesai pengungkapan kasusnya, Polly malah dibebaskan bersyarat sejak Jumat kemarin (28/11).
5. Tragedi Wamena Berdarah pada 4 April 2003
Papua-New-Guinea_P29NOTragedi itu terjadi pada 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua. Sekelompok massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata). Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pucuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri diduga telah melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa, sehingga menimbukan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa.
Pada pemindahan paksa ini, tercatat 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang jadi korban perampasan. Komnas juga menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum. Proses hukum atas kasus tersebut hingga saat ini buntu. Terjadi tarik ulur antar Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Sementara para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan pangkat dan promosi jabatan tanpa tersentuh hukum.

G. Pelanggaran Hak Anak
Walaupun selama ini telah dilakukan usaha – usaha dan juga disusun banyak peraturan perundangan yang mengatur tentang HAM, tetapi masih banyak sekali terjadi tindakan – tindakan yang terhitung melanggar HAM terutama pada anak –anak, misalnya :
a)      Perdagangan anak.
Beberapa waktu lalu, marak terjadi penculikan pada anak – anak yang kemudian dijual. Namun, tidak jarang ada orang tua yang menjual anaknya karena keadaan ekonomi mereka.
b)      Banyak anak jalanan yang terlantar.
Anak – anak jalanan yang meminta – minta atau menjual koran di lampu merah, padahal mereka seharusnya bisa menikmati kasih sayang dalam keluarga dan bisa menikmati pendidikan.
c)      Penyiksaan dan perlakuan buruk
Hal ini biasanya dilakukan oleh orang tua. Terkadang hanya karena anak melakukan tindakan yang tidak sesuai, anak kemudian dihukum dengan menggunakan kekerasan.
d)     Tindakan asusila pada anak.
Misalnya tindakan sodomi dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Bahkan yang terjadi pelakunya adalah orang tua mereka sendiri.
e)      Minimnya pendidikan.
Banyak sekali anak – anak yang tidak bisa menikmati pendidikan karena kesulitan perekonomian, selain itu juga minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang membuat anak – anak tersebut terpaksa tidak sekolah.
f)       Penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli (Surabaya) ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun.
g)      Pernikahan dini
Hal ini banyak terjadi di pedesaan, menurut hasil survei disebutkan bahwa 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Kasus yang cukup menghebohkan adalah pernikahan yang dialami oleh Lutfiana Ulfa dengan Syekh Puji.
h)      Peradilan anak yang tidak berbasis HAM.
Kondisi penjara yang sangat tidak layak di penjara anak/Lapas anak Kota Medan, yang berlokasi di kawasan Tanjung Gusta. Terletak satu kompleks dengan penjara orang dewasa, dari segi kapasitas daya tampung hanya 250 orang, namun penjara anak di Kota Medan dihuni hampir 600 anak. Ruangan sel penjara berukuran 4 x 3 m2 yang diisi 8-10 orang anak dengan kamar mandi tanpa penutup di dalamnya, tentunya sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan.
i)        Pembuangan bayi.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus pembuangan bayi di Indonesia yang umumnya dilakukan kalangan orang tua jumlahnya cenderung meningkat. Kebanyakan bayi yang dibuang adalah hasil hubungan gelap atau ada juga yang dikarenakan keadaan ekonomi yang memaksa orang tua untuk membuang bayinya.
j)        Gizi buruk (marasmus kwasihorkor)
Berdasarkan dari UNICEF sebagai badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia. Dalam data Komnas Perlindungan Anak, salah satu wilayah yang paling terjadi kasus gizi buruk itu adalah Sumatera Barat. Indonesia sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam sangat tragis jika sampai banyak sekali anak – anak yang mengalami gizi buruk.
k)   Penularan HIV/AIDS.
Biasanya penyakit dibawa dari ibu (faktor keturunan). Terdapat 18.442 kasus orang tua yang menderita penyakit mematikan tersebut hingga September 2009. Mereka tentu berpotensi menularkan terhadap anak berdasarkan laporan yang didapatkan dari Kementerian Kesehatan.

H. Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1.    Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2.    Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3.    Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4.    Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1.      Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
2.      Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3.      Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.      Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.      Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1.      Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
2.      Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3.      Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
I. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan Hak Asasi Manusia. Tindakan terbaik dalam penegakan Hak Asasi Manusia adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran Hak Asasi Manusia. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran Hak Asasi Manusia pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia :
1)         Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
2)         Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh pemerintah.
3)         Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya  penegakan Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
4)         Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).
5)         Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6)         Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing
J.   Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Pengadilan HAM
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakan Hak Asasi Manusia. Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk menangani masalah Hak Asasi Manusia terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.

Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan Hak Asasi Manusia. Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan.

Pelibatan Orang Tua & Masyarakat Dalam Pendidikan Lingkungan Pada Anak Usia Dini


A.    Pengertian Pendidikan Lingkungan pada Anak Usia Dini
Lingkungan merupakan salah satu unsur terpenting yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengaruh lingkungan pada anak dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kontak anak dengan lingkungannya akan membawa dampak-dampak tertentu, baik berjangka pendek maupun berjangka panjang. Bahkan jika tidak dapat diantisipasi dengan baik, dampak tersebut dapat bersifat sangat fatal pada anak. (Arianti, 2009, hlm. 30)
Agar dapat mengantisipasi pengaruh buruk lingkungan terhadap anak, maka orang tua dan orang dewasa lain (masyarakat) sebagai pendidik, hendaknya dapat memahami dengan baik unsur-unsur lingkungan yang berada di sekitar anak.
Kata “lingkungan” sebenarnya merupakan padanan kata dari environment yang berasal dari bahasa Inggris, di Indonesia kata environment lebih merujuk pada istilah lingkungan hidup atau lingkungan dalam kehidupan, maksudnya adalah sesuatu yang berada di sekeliling organisma dan berpengaruh pada kehidupannya (Mariyana, 2010, hlm. 52).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, Bab I pasal I bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pendidikan lingkungan harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan perilaku dalam menghadapi masalah yang timbul karena tatanan alam (gempa bumi, meletusnya gunung berapi, dan sebagainya) dengan kerusakan atau kerugian karena perilaku jenis makhluk hidup termasuk manusia. Kemudian harus diintegrasikan pula dalam upaya mengurangi dan memperkecil kerusakan serta pencemaran sebagai akibat perbuatan kita.

B.     Prinsip Penyediaan Lingkungan Sehat untuk Anak Usia Dini
1.    Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah dilakukan secara aktual dan lebih bersifat emergen (Aniyati, 2010, hlm. 35)
Pendekatan emergen dapat dimaksudkan sebagai pendekatan yang menekankan pada ‘kepekaan’ dari orang tua atau orang dewasa lain pada saat penerapan pendidikan lingkungan dengan tindakan-tindakan yang dapat mengamankan anak dari berbagai ancaman atau gangguan yang mencelakai anak atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendekatan emergen menuntut orang tua bertindak dengan segera dalam memenuhi kebutuhan layanan anak.
Pendekatan aktual dan emergen juga mempunyai arti bahwa orang tua dalam memberikan pendidikan lingkungan hendaknya memperhatikan hal-hal dalam lingkungan  sekitar anak yang diminati dan menarik bagi anak. Kedua pendekatan tersebut, yaitu pendekatan aktual dan emergen, dalam konteks pendidikan masa kini lebih dikenal dengan pendekatan kontekstual.
Jika pendekatan aktual dan emergen dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik oleh orang tua, maka akan terdapat beberapa keuntungan yang diantaranya adalah sebagai berikut :
-   Materi yang disampaikan lebih bermanfaat bagi kehidupan anak, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
-   Anak-anak usia dini akan terhindar dari hal-hal yang membahayakan, terutama terhindar dari hal-hal yang membahayakannya secara fatal.
-    Pendidikan lingkungan akan lebih fleksibel dan dapat diterapkan sesuai kondisi anak di rumah dan lingkungannya.

2.    Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah dilakukan secara terintergrasi atau terpadu
Pendidikan lingkungan yang diberikan kepada anak haruslah dapat membantu pengembangan potensi anak seutuhnya. Jadi pendidikan lingkungan untuk anak usia dini hendaklah memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami lingkungan hidup secara lebih baik dan bermakna. Hal ini sesuai dengan pandangan para ahli, di antaranya adalah pendapat Eliason dan Jenkins (1994), mereka mengemukakan bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini hendaklah memberi kesempatan untuk mengembangkan semua aspek perkembangan, baik aspek perkembangan intelektual, dorongan hubungan sosial, perkembangan emosi dan fisik anak.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih konkret, perhatikan contoh berikut :
-   Jika orang tua ingin menganjurkan atau melarang sesuatu, maka hendaklah ia menyampaikannya bersama alasannya. Janganlah menyampaikan segala sesuatu hanya secara dogmatis.
-   Jika ingin menjelaskan suatu konsep tentang lingkungan, maka sedapat mungkin ikuti dengan prakteknya, misalnya menirukan sesuatu.
-   Jika ingin menyuruh sesuatu kepada anak, maka orang tua juga harus melakukan hal tersebut sehingga anak bukan sekedar mengikuti perintah, tetapi juga akan tumbuh rasa empati, kebersamaan dan sebagainya dalam jiwanya.

3.      Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah dilakukan dalam suasana yang menyenangkan atau melalui bermain
Bermain adalah bagian dari perkembangan, hak dan kebutuhan anak. Akan sangat bijak tentunya jika pendidikan lingkungan dilakukan secara menyenangkan, dan sedapat mungkin melalui kegiatan bermain. Dalam hal ini bermain merupakan medium belajar yang baik bagi anak usia dini. Kegiatan bermain memungkinkan pengalaman fisik, interaksi sosial, dan refleksi terjadi secara kombinatif. Dengan bermain, kemampuan memanipulasi langsung, mendengar, melihat, meraba, merasa, menyentuh, melakukan, dapat terfasilitasi. Begitu pula, kemampuan sosialnya, baik berinteraksi dengan teman sebayanya (peer group) maupun dengan yang lebih dewasa (guru, orang tua, pembimbing) ikut terfasilitasi. Kegiatan bermain memungkinkan  terbukanya saluran dan daya-daya yang dimiliki anak, baik saluran visual, auditif, kinestetik maupun ekspresinya sesuai kodrat dan potensinya.

4.      Penyelenggaraan pendidikan lingkungan sebaiknya dikaitkan dengan kehidupan nyata di sekitar anak
Pendidikan lingkungan yang kita berikan kepada anak adalah untuk membantu mereka agar dapat mengisi kehidupannya dengan lebih baik. Untuk itu sangat penting di upayakan bahwa materi pendidikan yang diangkat untuk anak usia dini hendaklah dekat dan berhubungan dengan lingkungan anak. Sangat banyak hal-hal nyata yang dekat dan berada di sekitar anak, mulai dari pakaian yang melekat dan dipakai anak, makanan yang di santap anak, hingga rumah yang ditinggali anak bersama orang tuanya. Anak sejak dini dapat di ajari menjaga kebersihan pakaian yang dipakainya, belajar memilih makanan yang sehat bahkan belajar cara membersihkan rumah dan perabotan yang ada di sekitarnya. Materi-materi tersebut sangatlah berguna dalam meningkatkan kemandirian anak. Pendidikan lingkungan yang berorientasi lingkungan yang terdekat dengan anak, akan menghantarkan anak menjadi warga Negara yang peduli akan diri dan mutu lingkungannya kelak.
5.       Materi pendidikan lingkungan hendaklah disajikan melalui objek (ObjectOriented) dan aktivitas nyata
Anak usia dini adalah pelajar aktif (an active learner). Dalam aktivitasnya mereka senang mengenal, mengidentifikasi, mempelajari obyek, serta keadaan yang bertautan dengan inderanya. Kewajiban kita adalah menyediakan pilihan-pilihan kegiatan belajar bagi anak yang sesuai dengan hakikat dan karakteristiknya. Anak usia dini sangat cocok dengan pola pendidikan lingkungan melalui pengalaman konkret (sentuh dan rasa) yang melibatkan aktivitas fisik-motorik, interaktif serta hal-hal yang bersifat alamiah (child’s nature). Secara sederhana, pendidikan lingkungan yang diberikan oleh orang tua hendaklah mengedepankan pemberian pengalaman langsung yang bersifat kegiatan nyata.

6.      Pendidikan lingkungan hendaklah menjunjung tinggi nilai keamanan agar terhindar dari kecelakaan yang tidak diharapkan
Lingkungan di sekitar anak usia dini tentu amat banyak dan luas, sebanyak dari jumlah objek yang ada di sekitarnya. Semua objek dan material yang ada di sekitar rumah dapat dan potensial menjadi bagian dari materi pendidikan lingkungan bagi anak usia dini. Misal, taman yang ada di halaman rumah akan sangat baik untuk mengajarkan cara menyiram, memberi pupuk, hingga memangkas bagian bunga yang kurang indah. Dalam rangka pendidikan lingkungan pekerjaan-pekerjaan itu dapat diberikan kepada anak. Namun, carilah alat-alat bertaman yang aman dan sesuai kesanggupan anak. Misalnya, alat penyiram bunga yang kapasitas isi airnya lebih sedikit dibanding untuk orang dewasa, untuk memupuk bunga sediakanlah sarung tangan, serta untuk memangkas bunga hendaklah didampingi oleh orang tua.
C.    Sasaran Pendidikan Lingkungan Pada Anak Usia Dini
Pada saat ini lingkungan yang kondusif akan sangat berperan penting pada kehidupan individu untuk menghadapi persoalan dan tantangan lingkungan hidup yang semakin hari semakin banyak dan semakin kompleks. Oleh karena itu, banyak elemen-elemen yang sangat berperan penting dalam menciptakan lingkungan kondusif. Seperti halnya peran pendidik anak usia dini yang bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang kondusif (aman, nyaman, dan menyenangkan) bagi anak didik. Orang tua pun mempunyai peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif karena orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam kehidupan anak, karena dari orang tua lah pertama kali anak mendapatkan pendidikan dan pengajaran, bersama orang tua juga sebagian besar waktu anak dihabiskan sehingga orang tua hendaknya mampu memberikan pendidikan terbaik yang mendukung anak menjadi individu berkualitas. Selain itu, masyarakat pun mempunyai peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak usia dini.
Banyak hal yang harus dilakukan untuk melestarikan lingkungan yang saat ini telah mencemaskan berbagai pihak termasuk orang tua dan masyarakat Indonesia khususnya. Misalnya isu maraknya makanan yang mengandung formalin, boraks, dan lain-lain, yang mengakibatkan adanya kasus anak keracunan makanan, bahkan beberapa kasus menimbulkan kematian.
Dari kasus-kasus yang telah terjadi diatas, perlu kita ketahui betapa pentingnya kita mewujudkan dan menyediakan lingkungan yang sehat untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, karena pada masa ini anak sedang mengalami masa golden age. Dimana pada masa golden age ini anak usia dini perlu diberikan stimulus-stimulus yang diberikan oleh orang dewasa agar anak memahami akan pentingnya pendidikan lingkungan.
Adapun sasaran terpenting pendidikan lingkungan pada anak usia dini adalah : (Arianti, 2009, hlm. 45)
a.       Agar anak usia dini memiliki pengetahuan tentang lingkungan yang lebih baik, sehingga sejak dini konsep-konsep dasar dan wawasan tentang lingkungan melekat pada anak.
b.      Agar anak usia dini memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan hidup secara lebih tepat dan lebih baik.
c.       Agar anak usia dini memiliki kemampuan mengelola lingkungan hidup lebih tepat dan lebih baik.
d.      Agar anak usia dini dapat memanfaatkan lingkungan hidup lebih tepat, wajar dan lebih baik.
e.       Agar pada diri anak usia dini tumbuh kemauan untuk berbuat sesuatu yang baik untuk lingkungan.
f.       Agar anak usia dini dapat menghindari dampak-dampak buruk dari lingkungan  dan pengaruh-pengaruh lainnya yang lebih luas.
Dari sasaran di atas, diharapkan anak dapat memecahkan persoalan-persoalan kritis yang terkait lingkungannya serta sekaligus membantu membentuk ketahanan anak dalam menghadapi kehidupan yang lebih luas dan kompleks di masa depannya. (Arianti, 2009, hlm. 45)
Secara konseptual, berbagai keterampilan anak usia dini yang terkait dengan penguasaan lingkungan diantaranya : (Sujiono, 2011, hlm. 55)
1.    Keterampilan mengamati
a.    Mengamati ciri-ciri alam dan lingkungan yang sehat dan tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial-budaya di sekitarnya.
b.    Mengamati berbagai dampak dari pembuangan limbah atau sampah sehari-hari terhadap alam dan lingkungannya.
c.    Mengamati ciri-ciri alam dan lingkungan flora dan fauna yang lestari dan yang rusak atau terganggu.
d.   Mengamati ciri-ciri dari berbagai jenis makanan, minuman dan bahan konsumsi yang dianggap memenuhi standar kesehatan.
e.    Mengamati perilaku orang sehat dan tidak sehat dalam bersikap terhadap alam dan lingkungan anak.
f.      Membaca dan mengenal berbagai petunjuk atau larangan (biasanya dalam bentuk simbol atau lambang) yang terkait dengan kelestarian alam dan lingkungannya, misalnya tanda larangan buang sampah, dilarang memetik bunga, dilarang menembak burung, dan sebagainya.
g.    Membedakan perilaku hemat energi dan air di masyarakat, terutama di sekitar anak.
2.    Keterampilan mengklasifikasi (menggolongkan)
a.    Mengelompokkan alam dan lingkungan yang sehat (alami, seimbang) dengan lingkungan yang tidak sehat ( tercemar atau polusi).
b.    Mengelompokkan alam dan lingkungan yang tercemar atau polusi, seperti polusi air, udara dan tanah.
c.    Mengelompokkan perilaku orang yang hemat air atau energi dalam kelompok masyarakat.
d.   Mengelompokkan limbah atau sampah berdasarkan jenisnya, misalnya : sampah kering dengan sampah basah, sampah organik dengan sampah anorganik, dan sebagainya.
e.    Mengelompokkan berbagai alasan yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam dan lingkungan, pencemaran, kemusnahan, dan dampak lainnya bagi kehidupan.
f.     Mengelompokkan makanan sehat dan tidak sehat, terutama yang sehat dikonsumsi oleh anak-anak.
g.    Mengelompokkan cara-cara penanggulangan kerusakan, pencemaran dan kemusnahan alam dan lingkungan, terutama di sekitar anak.
3.    Keterampilan memprediksi (meramalkan)
a.    Memperkirakan dampak-dampak dari perilaku yang tidak sehat, perilaku merusak serta perilaku eksploitasi terhadap alam dan lingkungannya.
b.    Memperkirakan akibat-akibat dari pembuangan limbah atau sampah yang tidak sesuai dengan tempatnya.
c.    Memperkirakan akibat-akibat dari pemakaian kimia dan obat-obatan berbahaya terhadap alam dan lingkungan.
d.   Mengatasi secara sederhana cara-cara menghindari dampak limbah, pencemaran dan perilaku yang tidak sehat dalam kehidupannya, misalnya : menghindari polusi udara dengan menutup hidung menggunakan sapu tangan atau tisu, bila badan atau tangan kotor segera mandi atau cuci, dan sebagainya.
e.    Mengajak ke dokter atau ke puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan akibat pencemaran atau dampak negatif alam dan lingkungan.
4.    Keterampilan mengkomunikasikan
a.    Melaporkan hasil pengamatan terhadap peristiwa pencemaran, pendangkalan sungai (oleh sampah) yang ditemukan di sekitarnya, dan sebagainya.
b.    Mengajak teman-temannya untuk berperilaku sehat dan mencintai alam serta lingkungan.
c.    Membuat gambar (poster) tentang kelestarian alam dan lingkungan.
d.   Gemar membaca buku-buku yang memberikan informasi kelestarian alam dan lingkungan hidup.

D.    Pentingnya Pendidikan Lingkungan Bagi Anak Usia Dini
Pendidikan lingkungan hidup berperan penting dalam pelestarian dan perbaikan lingkungan di dunia, dalam mewujudkan hidup yang berkelanjutan. Sebuah tujuan dasar dari pendidikan lingkungan adalah untuk membuat individu dan masyarakat memahami sifat kompleks alam dan lingkungan, yang dibangun dan dihasilkan dari interaksi aspek biologi, fisik, sosial, ekonomi, dan budaya mereka, dan memperoleh  pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan keterampilan praktis untuk berpartisipasi dalam cara yang bertanggung jawab dan efektif dalam mengantisipasi dan memecahkan masalah lingkungan, dan dalam pengelolaan kualitas lingkungan.
Pentingnya pendidikan lingkungan hidup untuk hidup yang berkelanjutan sehingga pendidikan lingkungan hidup harus di terapkan di masyarakat mulai dari usia dini. Setiap sekolah harus bisa mengajak dan memperkenalkan terhadap siswa/siswinya dalam memahami kondisi alam dan masalah alam saat ini. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kesadaran agar lebih peka terhadap kondisi alam saat ini. (Syahrin, 2011, hlm. 50)

E.     Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini
1.      Pengaruh Lingkungan Keluarga (Aniyati, 2010, hlm. 65)
Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi atau nasrani atau majusi”.
Peran keluarga lebih banyak memberikan pengaruh dukungan, baik dari dalam penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Sebaliknya, dalam hal pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku sejenisnya, lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang sangat dominan. Di sini lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh kuat dan sifatnya langsung berkenaan dengan pengembangan aspek-aspek perilaku seperti itu, keluarga dapat berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk memperaktekkan aspek-aspek perilaku tersebut. Selanjutnya, Radin (Mariyana, 2010, hlm. 25) menjelaskan 6 kemungkinan cara yang dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut :
a.       Permodelan perilaku (modelling of behavior)
Baik disengaja atau tidak, orang tua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anaknya. Imitasi bagi anak tidak hanya yang baik-baik saja yang diterima oleh anak, tetapi sifat-sifat yang jeleknya pun akan dilihat pula.
b.      Memberikan ganjaran dan hukuman (giving rewards and punishments)
Orang tua mempengaruhi anaknya dengan cara memberikan ganjaran terhadap perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anaknya dan memberikan hukuman terhadap beberapa perilaku lainnya.
c.       Perintah langsung (direct instruction)
d.      Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules)
e.       Nalar (reasoning)
Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa mempertanyakan  kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orang tua untuk mempengaruhi anaknya.
f.       Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana (providing materials and settings)
Namun selain faktor tersebut, masih ada penyebab lain yang juga akan sangat berpengaruh mengapa anak memutuskan tindakannya itu, yakni peranan lingkungan rumah, khususnya peranan keluarga terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak, yaitu sebagai berikut :
a.       Tingkah laku orang di dalam (orangtua, saudara-saudara atau orang lain yang tinggal serumah) berlaku sebagai suatu model kelakuan bagi anak melalui peniruan-peniruan yang dapat diamatinya
b.      Melalui pelarangan-pelarangan terhadap perbuatan-perbuatan tidak baik, anjuran-anjuran untuk dilakukan terus terhadap perbuatan-perbuatan yang baik, misalnya melalui pujian dan hukuman
c.       Melalui hukuman-hukuman yang diberikan dengan tepat terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang baik atau kurang wajar diperlihatkan, si anak menyadari akan kerugian-kerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatan-perbuatannya
d.      Kualitas hubungan orang tua-anak
Seiring dengan perubahan-perubahan yang dialami anak, pola dan bentuk hubungan orang tua-anak mengalami perubahan. Perilaku orang tua lazimnya semakin memberi kesempatan kepada anak untuk berbuat secara lebih mandiri.
e.       Gaya pengasuhan orang tua dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak
f.       Persoalan-persoalan keluarga dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak
Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga serta bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peranan anggota keluarga  menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga. Permasalahan utama keluarga yang lazim dialaminya, yakni masalah orang tua yang bekerja dan perceraian.

2.      Pengaruh Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak. Di sekolah, mereka bukan hanya hadir secara fisik, melainkan mengikuti berbagai kegiatan yang telah dirancang dan diprogram sedemikian rupa. Karena itu disamping keluarga, sekolah memiliki peran yang sangat berarti bagi perkembangan anak.
Sekolah berfungsi dan bertujuan untuk dapat memfasilitasi proses perkembangan anak secara menyeluruh, sehingga dapat berkembang secara optimal sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun tampaknya di sekolah itu sangat dominan dalam perkembangan aspek intelektual dan kognisi  anak, namun sebenarnya sekolah berfungsi dan berperan dalam mengembangkan segenap aspek perkembangan anak.

3.      Pengaruh Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan tempat anak-anak hidup dan bergaul, dengan orang dewasa yang juga memiliki peran dan pengaruh tertentu dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Disana mereka bergaul, melihat orang-orang beperilaku dan menemukan sejumlah aturan dan tuntutan yang seyogyanya dipenuhi oleh yang bersangkutan. Sehingga, perkembangan anak, dari lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat dapat mendukung perkembangan anak di keluarga maupun di sekolah, begitupun sebaliknya.

4.      Dampak Makanan Beracun Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dan mendasar bagi setiap manusia, tak terkecuali bagi anak. Makanan yang dikonsumsi oleh anak hendaklah mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuh kembang anak. Secara umum, zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari makro nutrisi dan mikro nutrisi. Kelompok makro nutrisi terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar, sedangkan yang merupakan mikro nutrisi adalah vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
Pada saat ini banyak makanan yang mengandung zat-zat berbahaya. Sehingga orangtua harus dapat mengupayakan diri untuk mencari berbagai cara pengelolaan makanan yang sehat dan baik untuk anak. Upaya tersebut biasanya mengarah pada penambahan zat adiktif pada makanan. Zat adiktif sebenarnya adalah zat yang ditambahkan kedalam makanan yang ditujukan untuk memperbaiki nilai gizi, meningkatkan mutu, dan membuat makanan lebih menarik. Namun terkadang sangat disayangkan, niat baik yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu makanan justru terjadi sebaliknya, yaitu mutu makanan menjadi menurun kualitasnya bahkan berpotensi beracun. Hal ini tentu akan berujung pada penyesalan, apalagi jika makanan tersebut dikonsumsi anak usia dini maka dampaknya akan membawa penyesalan yang besar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

5.      Pengaruh Pencemaran Lingkungan Terhadap Perkembangan  Anak Usia Dini
Pencemaran yang terjadi di lingkungan kita tentulah sangat mencemaskan, karena hal ini akan sangat berdampak pada kesehatan manusia, termasuk anak usia dini. Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian lebih, karena berkaitan dengan status kesehatan masyarakat yang dapat berubah, seperti : peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan suatu jenis penyakit.
Berbagai macam permasalahan yang terjadi di lingkungan tersebut dapat memberikan dampak negatif yang sangat besar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Dampak tersebut mengakibatkan banykanya anak-anak yang lahir dengan keadaan fisik yang tidak sempurna, anak-anak banyak yang terjangkit penyakit-penyakit kesehatan, banyak anak yang mengalami sakit yang cukup serius, dan hal tersebutlah yang nantinya dapat membuat tumbuh kembang anak menjadi terganggu. (Aniyati, 2010, hlm. 65)

F.     Peranan Orang Tua dan Masyarakat dalam Menciptakan Lingkungan yang Sehat dan Mendukung Perkembangan Anak Usia Dini
Lingkungan bersih merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan lingkungan kita bisa terlihat bersih dan rapi sehingga nyaman untuk dilihat. Tidak jarang karena kesibukan dan berbagai alasan lain, kita kurang memperhatikan masalah kebersihan lingkungan di sekitar kita, terutama lingkungan rumah. Sehingga dalam hal ini semua pihak harus mengupayakan untuk menjamin kesehatan anak Indonesia. Kenyataan menunjukkan, meski pembangunan kesehatan telah menurunkan angka kematian bayi dan balita Indonesia, angka kesakitan belum turun terutama resiko penularan penyakit.
Tentu saja lingkungan dalam kondisi bersih serta sehat akan membuat para penghuninya nyaman dan kesehatan tubuhnya terjaga dengan baik. Kesehatan tubuh manusia berada pada posisi paling vital. Alasannya tentulah mengarah pada keberagaman kegiatan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penciptaan lingkungan yang bersih adalah tanggungjawab semua orang termasuk di dalamnya pemerintah melalui kebijakan dan realisasi tindakan nyatanya. Selanjutnya untuk menumbuhkan tanggung jawab tersebut dibutuhkan proses dan juga langkah nyata. Proses dan langkah nyata inilah yang menjadi fokus perhatian kita. Menciptakan lingkungan sehat untuk anak-anak, sudah menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Bukan salah anak jika ia menjadi kegemukan atau malas beraktivitas, hal ini disebabkan karena lingkungan lah yang mengkondisikan mereka menjadi demikian. Aktivitas fisik tak hanya membuat anak sehat, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan sosial, rasa percaya diri, dan prestasi. Lingkungan juga harus menjamin keamanan dan kesehatan anak.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih, yang dapat diciptakan oleh orangtua maupun masyarakat, yang dapat ditanamkan pada anak sejak usia dini. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah : (Arianti, 2009, hlm. 75)
1.      Memberikan kesadaran tentang arti penting lingkungan yang bersih kepada masyarakat, terutama pada anak-anak agar kesadaran tersebut bisa tumbuh sejak usia dini.
Membiasakan hidup bersih sejak usia anak-anak tentu lebih membuahkan hasil yang luar biasa daripada pembiasaan diri pada usia setelahnya. Alasannya tentu saja berkaitan dengan kesadaran yang berhasil muncul melalui kebiasaan. Anak-anak tidak perlu diperintah ataupun dipaksa untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Mereka diberi contoh dan pemahaman akan pentingnya kebersihan, maka hal itu akan menancap dan dilakukan dengan maksimal dan sebaik mungkin dalam kehidupannya. Mereka akan terus mengingat dengan baik hal positif yang sering dilakukannya dengan kesadaran tanpa adanya rasa takut, khawatir ataupun was-was jika belum berhasil melakukan upaya menjaga kebersihan. Mereka akan terus belajar dan berlatih karena lingkungan sekitarnya memberikan contoh dan pemahaman dengan benar.
2.      Buatlah tempat sampah yang memisahkan antara sampah organik dan non organik.
Hal ini penting dilakukan agar memudahkan upaya untuk menanggulangi timbunan sampah. Jika sampah organik berhasil dipisahkan, maka akan mudah untuk merencanakan langkah positif terhadap sampah. Untuk itu, haruslah dipikirkan cara yang paling tepat untuk dapat mengelola sampah ini termasuk dalam pembuangan mulai dari tahap di rumah tangga sampai di tempat pembuangan terkahir. Atau juga bagaimana cara untuk mendaur ulang sampah agar masih dapat untuk dipergunakan kembali.
3.      Buatlah jadwal rutin untuk melakuan aktivitas pembersihan lingkungan secara terjadwal.
Melalui jadwal, maka kita akan membiasakan diri disiplin menjaga kebersihan lingkungan. Tidak masalah meski ada kendala di tengah pelaksanaannya. Tapi hal penting adalah keseriusan dan keberlanjutan hidup bersih serta sehat.
4.      Buatlah sebuah aktivitas kreatif untuk mengelola sampah non organik menjadi sebuah benda yang bersifat produktif dan bisa menghasilkan uang.
5.      Biasakan pada anak untuk membuang sampah pada tempatnya.
Hal ini akan sangat bermanfaat jika diberikan juga kepada anak-anak, sehingga akan menjadi sebuah pola perilaku yang tercipta di bawah sadar. Seperti yang telah disebutkan bahwa masalah sampah adalah masalah yang klasik. Namun dapat dipercahkan dengan banyak hal yang sederhana. Dengan membiasakan untuk membuang sampah ke tempat sampah yang benar adalah hal awal untuk menanggulangi masalah sampah ini. (Arianti, 2009, hlm. 75)