Minggu, 01 November 2015

Sejarah Pelanggaran HAM di Indonesia



A. Definisi Hak Asasi Manusia (Human Rights) 
Secara universal Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai mati sebagai anugerah dari Tuhan YME. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut, yang mana karena ia adalah seorang manusia. Hak Asasi Manusia muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. Hak Asasi Manusia bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Dasar-dasar Hak Asasi Manusia tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. (Jack Donnely)

Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugerah atau pemberian langsung dari Tuhan Yang Maha Esa.

B. Sejarah Hak Asasi Manusia Di Indonesia
sejarah-ham-di-indonesia.jpgUntuk sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia terbagi menjadi dua periode menurut Prof. Dr. Bagir Manan, yang ada dalam buku berjudul Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia, yaitu :
Sebelum kemerdekaan (1908 – 1945)
Untuk perkembangan Hak Asasi Manusia dalam periode ini banyak dijumpai pada organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia, seperti Budi Utomo (hak mengeluarkan pendapat), Serikat Islam (hak hidup layak dan bebas penindasan), Perhimpunan Indonesia (hak menentukan nasib sendiri), dan Partai Komunis Indonesia (hak berkaitan dengan alat produksi).
Sesudah kemerdekaan (1945 – hingga sekarang)
Untuk pemikiran Hak Asasi Manusia  pada periode ini semakin berkembang dari tahun ke tahun. Pada periode ini juga Hak Asasi Manusia semakin berkembang dan menekankan kepada hak-hak mengenai :
·       Hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat terutama pada parlemen pemerintahan
·       Self determination yang artinya hak untuk merdeka
·       Hak kebebasan untuk berserikat melalui suatu organisasi politik yang telah didirikan
Adapun perkembangan Hak Asasi Manusia pada periode-periode yang ada pasca kemerdekaan, sebagai berikut :
·       Periode 1950 – 1959
Pada periode ini lebih menekankan kepada kebebasan dalam berdemokrasi secara liberal dengan berfokus kepada kebebasan individu.
·       Periode 1959 – 1966
Pada periode ini Hak Asasi Manusia tidak mendapatkan perkembangan yang cukup luas, yang artinya pemerintah melakukan pemasungan terhadap Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia hanya berpusat pada hak sipil, seperti hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan aspirasi melalui tulisan.
·       Periode 1966 – 1998
Pada periode ini Hak Asasi Manusia semakin berkembang dengan pesat, dimulai dari diberikannya hak uji materil dari Mahkamah Agung dan pemikiran Hak Asasi Manusia tidak lagi hanya sekedar wacana saja melainkan sudah dibentuk dengan lembaga penegakkan hukum yang berlaku.
·       Periode 1998 – sekarang
Pada periode ini Hak Asasi Manusia telah mendapatkan perhatian resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945, guna menjamin Hak Asasi Manusia dan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasai Manusia.

C. Hak Asasi Anak Dan Sejarahnya
Untuk mendapatkan hak asasi manusianya secara utuh, anak perlu dilindungi secara hukum oleh lingkungan dimana ia berada mulai dari orangtua, keluarga, masyakarat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, bahkan dunia internasional.
Setiap anak pada saat ia dilahirkan adalah termasuk subjek hukum, yakni sebagai pribadi kodrati dimana ia dilahirkan dalam keadaan merdeka, tidak boleh disiksa atau bahkan dilenyapkan. Anak-anak bahkan sejak ia didalam kandungan mempunyai hak untuk hidup, dipelihara, dan dilindungi bagaimanapun kondisi fisik dan mental anak tersebut. Upaya pemenuhan hak anak dapat dilakukan terutama oleh orang tua dan keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Hal itu disebabkan anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun sosial sehingga bergantung pada orang dewasa. Kondisi anak yang rentan seperti itulah seringkali beresiko terhadap kegiatan yang mengandung unsur eksploitasi maupun kekerasan.
Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.
Sejarah dari hak anak itu sendiri tidak terlepas dari beberapa rentang peristiwa berikut :
*1923 : Seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan 10 pernyataan hak – hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.
*1924 : Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Bangsa – Bangsa.
*1948 : Diumumkan Deklarasi Hak Asasi Manusia.
*1959 : PBB mengadopsi Hak – Hak Anak untuk kedua kalinya.
*1979 : Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (KHA).
*1989 : KHA diadposi oleh majelis umum PBB dan pada tanggak 20 November 1989 dimana KHA berisi 54 pasal.
*1990 : Indonesia menandatangani KHA di markas besar PBB di New York.
*1990 : Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No. 36 Tahuun 1990 tanggal 25 Agustus 1990.
*1990 : 2 September 1990, KHA disepakati sebagai hukum international.
*1999 : Indonesia mengeluarkan UU No.30 tahun 1990 oleh HAM.
*2002 : Indonesia mengeluarkan UUPA (Undang – Undang Perlindungan Anak) No. 23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 Bab dan 93 Pasal.
Dan sampai saat ini juga telah dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bertugas mengawasi pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemenuhan hak – hal anak.

D. Tujuan Hak-Hak Anak
Tujuan Hak-Hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh. Hak hak anak menentukan bahwa anak tanpa diskriminasi harus dapat berkembang secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka, dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat.
Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa bangsa pada tanggal 20 November 1989.
Agar terwujud maka pemerintah dari seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, melalui UU yang mereka kembangkan ditingkat Nasional. Namun demikian agar anak anak dapat menikmati hak-hak mereka secara penuh konfensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orang tua untuk mendidik, kepada anak-anak sendiri.
Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989; UU No. 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan UU No.1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182, anak didefinisikan sebagai :
setiap manusia yang berusia delapan belas tahun kecuali undang-undang yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.”
Sementara menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak disebut sebagai :
seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

E. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang-undangan tersebut.
Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.
Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

F. Sejarah Pelanggaran HAM Di Indonesia
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh semua manusia. Sejak lahir, tiap-tiap individu telah memilikinya, dan merupakan anugerah dari Tuhan. Tentunya dalam kalangan masyarakat, kita harus menghormati hak orang lain. Namun pada realitanya masih banyak terjadi pelanggaran yang terkait dengan masalah HAM. Jika dilihat ke belakang terdapat beberapa peristiwa yang menyalahi hak asasi, seperti penjajahan yang dilakukan oleh negara Belanda dan Jepang terhadap Indonesia. Selain itu juga banyak contoh lain yang makin marak setelah negeri ini merdeka. Beberapa di antaranya bahkan sampai menimbulkan banyak korban jiwa. Berikut ini beberapa sejarah kasus pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia, diantaranya :
wpid-wp-14121366519691. Kasus tragedi 1965-1966
Sejumlah jenderal dibunuh dalam peristiwa 30 September 1965. Pemerintahan orde baru kemudian menuding Partai Komunis Indonesia sebagai biang keroknya. Lalu pemerintahan saat itu membubarkan organisasi tersebut, dan melakukan razia terhadap simpatisannya.
Razia itu dikenal dengan operasi pembersihan PKI. Komnas HAM memperkirakan 500.000 hingga 3 juta warga tewas dibunuh saat itu. Ribuan lainnya diasingkan, dan jutaan orang lainnya harus hidup dibawah bayang-bayang ‘cap PKI’ selama bertahun-tahun.
Dalam peristiwa ini, Komnas HAM balik menuding Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan semua panglima militer daerah yang menjabat saat itu sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab.
Saat ini, kasus ini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun penanganannya lamban. Tahun 2013 lalu, Kejaksaan mengembalikan berkas ke Komnas HAM, dengan alasan data kurang lengkap.
2. Kasus penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985
Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus alias operasi clurit adalah operasi rahasia yang digelar mantan Presiden Soeharto dengan dalih mengatasi tingkat kejahatan yang begitu tinggi.
Operasi ini secara umum meliputi operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat, khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas, tak pernah tertangkap, dan tak pernah diadili.
Hasil dari operasi clurit ini, sebanyak 532 orang tewas pada tahun 1983. Dari jumlah itu, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Kemudian pada tahun 1984, tercatat 107 orang tewas, di an­­taranya 15 orang tewas ditembak. Setahun kemudian, pada 1985, tercatat 74 orang tewas, 28 di an­taranya tewas ditembak.
mei-19983. Tragedi Semanggi dan Kerusuhan Mei 1998
Pada 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massif yang terjadi hampir di seluruh sudut tanah air. Puncaknya di Ibu Kota Jakarta. Kerusuhan ini diawali oleh kondisi krisis finansial Asia yang makin memburuk. Serta dipicu oleh tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tertembak dalam demonstrasi pada 12 Mei 1998.
Dalam proses hukumnya, Kejaksaan Agung mengatakan, kasus ini bisa ditindaklanjuti jika ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Karena belum ada rekomendasi, maka Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan ke Komnas HAM. Namun belakangan, Kejaksaan Agung beralasan kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti karena DPR sudah memutuskan, bahwa tidak ditemukan pelanggaran HAM berat.
Dalih lainnya, Kejaksaan Agung menganggap kasus penembakan Trisakti sudah diputus oleh Pengadilan Militer pada 1999, sehingga tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.
sumber-pic-httpwww4. Kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib
Munir ditemukan meninggal di dalam pesawat jurusan Jakarta-Amsterdam, pada 7 September 2004 . Saat itu ia berumur 38 tahun. Munir adalah salah satu aktivis HAM paling vokal di Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat Dewan Kontras (Komite Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Namun, hingga hari ini, kasus itu hanya mampu mengadili seorang pilot maskapai Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapat vonis hukuman 14 tahun penjara karena terbukti berperan sebagai pelaku yang meracuni Munir dalam penerbangan menuju Amsterdam. Namun banyak pihak yang meyakini, Polly bukan otak pembunuhan.
Belum juga selesai pengungkapan kasusnya, Polly malah dibebaskan bersyarat sejak Jumat kemarin (28/11).
5. Tragedi Wamena Berdarah pada 4 April 2003
Papua-New-Guinea_P29NOTragedi itu terjadi pada 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua. Sekelompok massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata). Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pucuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri diduga telah melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa, sehingga menimbukan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa.
Pada pemindahan paksa ini, tercatat 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang jadi korban perampasan. Komnas juga menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum. Proses hukum atas kasus tersebut hingga saat ini buntu. Terjadi tarik ulur antar Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Sementara para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan pangkat dan promosi jabatan tanpa tersentuh hukum.

G. Pelanggaran Hak Anak
Walaupun selama ini telah dilakukan usaha – usaha dan juga disusun banyak peraturan perundangan yang mengatur tentang HAM, tetapi masih banyak sekali terjadi tindakan – tindakan yang terhitung melanggar HAM terutama pada anak –anak, misalnya :
a)      Perdagangan anak.
Beberapa waktu lalu, marak terjadi penculikan pada anak – anak yang kemudian dijual. Namun, tidak jarang ada orang tua yang menjual anaknya karena keadaan ekonomi mereka.
b)      Banyak anak jalanan yang terlantar.
Anak – anak jalanan yang meminta – minta atau menjual koran di lampu merah, padahal mereka seharusnya bisa menikmati kasih sayang dalam keluarga dan bisa menikmati pendidikan.
c)      Penyiksaan dan perlakuan buruk
Hal ini biasanya dilakukan oleh orang tua. Terkadang hanya karena anak melakukan tindakan yang tidak sesuai, anak kemudian dihukum dengan menggunakan kekerasan.
d)     Tindakan asusila pada anak.
Misalnya tindakan sodomi dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Bahkan yang terjadi pelakunya adalah orang tua mereka sendiri.
e)      Minimnya pendidikan.
Banyak sekali anak – anak yang tidak bisa menikmati pendidikan karena kesulitan perekonomian, selain itu juga minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang membuat anak – anak tersebut terpaksa tidak sekolah.
f)       Penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli (Surabaya) ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun.
g)      Pernikahan dini
Hal ini banyak terjadi di pedesaan, menurut hasil survei disebutkan bahwa 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Kasus yang cukup menghebohkan adalah pernikahan yang dialami oleh Lutfiana Ulfa dengan Syekh Puji.
h)      Peradilan anak yang tidak berbasis HAM.
Kondisi penjara yang sangat tidak layak di penjara anak/Lapas anak Kota Medan, yang berlokasi di kawasan Tanjung Gusta. Terletak satu kompleks dengan penjara orang dewasa, dari segi kapasitas daya tampung hanya 250 orang, namun penjara anak di Kota Medan dihuni hampir 600 anak. Ruangan sel penjara berukuran 4 x 3 m2 yang diisi 8-10 orang anak dengan kamar mandi tanpa penutup di dalamnya, tentunya sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan.
i)        Pembuangan bayi.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus pembuangan bayi di Indonesia yang umumnya dilakukan kalangan orang tua jumlahnya cenderung meningkat. Kebanyakan bayi yang dibuang adalah hasil hubungan gelap atau ada juga yang dikarenakan keadaan ekonomi yang memaksa orang tua untuk membuang bayinya.
j)        Gizi buruk (marasmus kwasihorkor)
Berdasarkan dari UNICEF sebagai badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia. Dalam data Komnas Perlindungan Anak, salah satu wilayah yang paling terjadi kasus gizi buruk itu adalah Sumatera Barat. Indonesia sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam sangat tragis jika sampai banyak sekali anak – anak yang mengalami gizi buruk.
k)   Penularan HIV/AIDS.
Biasanya penyakit dibawa dari ibu (faktor keturunan). Terdapat 18.442 kasus orang tua yang menderita penyakit mematikan tersebut hingga September 2009. Mereka tentu berpotensi menularkan terhadap anak berdasarkan laporan yang didapatkan dari Kementerian Kesehatan.

H. Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1.    Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2.    Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3.    Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4.    Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1.      Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
2.      Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3.      Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.      Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.      Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1.      Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
2.      Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3.      Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
I. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan Hak Asasi Manusia. Tindakan terbaik dalam penegakan Hak Asasi Manusia adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran Hak Asasi Manusia. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran Hak Asasi Manusia pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia :
1)         Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
2)         Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh pemerintah.
3)         Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya  penegakan Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
4)         Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).
5)         Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6)         Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing
J.   Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Pengadilan HAM
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakan Hak Asasi Manusia. Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk menangani masalah Hak Asasi Manusia terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.
Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan Hak Asasi Manusia. Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan.