Selasa, 05 Mei 2015

MANAJEMEN PAUD



Manajemen Pendidikan untuk Anak Usia Dini atau Taman Kanak-kanak pada dasarnya merupakan implementasi manajemen pendidikan , yaitu keseluruhan proses pendayagunaan semua sumber daya manusia maupun bukan manusia dalam rangka mencapai tujuan intsruksional pendidikan prasekoah. Sumber daya yang dimaksud adalah komponen-komponen dalam system pendidikan, seperti Program kegiatan belajar (PKB), Pembina, sarana, prasarana, uang dan komponen lainnya.
Tujuan manajemen pendidikan untuk Anak Usia dini atau taman kanak-kanak adalah agar sistem pendidikan berlangsung efektif dan efisien.
Komponen sistem pendidikan pada umumnya mencakup enam hal, yaitu :
1. manajemen program pembelajaran
2. manajemen kesiswaan
3. manajemen kepegawaian
4. manajemen sarana dan prasarana
5. manajemen keuangan
6. manajemen hubungan dengan masyarakat
Manajemen program pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Di lembaga pendidikan taman kanak-kanak, pengaturan proses belajar mengajar itu didasarkan pada Garis-Garis Besar Program Kegiatan Belajar Mengajar (GBPKB) yang ditetapkan okeh Departemen Pendidikan Nasional.
Tujuan manajemen program pembelajaran adalah untuk menciptakan proses belajar mangajar yang dengan mudah direncanakan,diorganisasikan, dilaksanakan dan dikendalikan dengan baik. Sehingga proses belajar mengajar tersebut dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

A.    Kelembagaan
Mengelola pendidikan bukanlah mengelola sebuah tempat usaha barang, melainkan mengelola sumber daya manusia yang memiliki keunikan-keunikan masing-masing. Untuk itu,dibutuhkan formula yang tepat dalam mengatur segala permasalahan manejemen pendidikan anak usia dini (PAUD). Ada beberapa model penataan kelembagaan yang konvensional. Karena iu kita harus mencari modelyang paling tepat agar PAUD bisa berkembang dengan baik. Model manejemenkelembagaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
•       Pengelolaan PAUD selama ini terlalu banyak seninya disbanding dengan ilmunya sehingga gaya manejemen yang dilakukan lebih bersifat trial and error.
•       Penerapan manajemen “gotong royong “ artinya semua orang melakukan semua pekerjaan. Tidak ada pembagian kerja yang tegas dan jelas.Sehingga proses manajemen tidak berlangsung secara efektif dan efisien.
•       Bahkan sering terjadi benturan antara satu unit dengan unit lainnya. Inilah yang menyebabkan pendayagunaan sumber daya organisasi tidak secara sinergis dan banyak pemborosan. Dalam hal ini yang terjadi adalah sama-sama bekerja bukan kerja sama.
•       Gaya manajemen tukang cukur yaitu satu orang melakukan semua pekerjaan, mulai dari membuka kios, menyapu, memotong rambut, menutupkios dan mengelola keuangan sekaligus. Dalam organisasi banyak orang yangmerasa dirinya mampu dalam segala hal dan tidak memberikan porsi pekerjaankepada orang lain. Akibatnya organisasi yang semestinya dapat menjalankan beban pekerjaan yang lebih banyak justru tidak dapat melakukan pekerjaankarena tersentralisasi di tangan beberapa orang saja sedang yang lain justrukurang pekerjaan.
•       Penerapan manajemen “sungkanisme” yaitu suatu manajemenyang tidak asertif. Budaya sungkan (segan) menegur kesalahan teman dan budaya marah kalau ditegur teman membuat organisasi berjalan tak tentu arah,sehingga tidak bisa mencapai tujuan yang dikehendaki.Empat model manajemen tersebut memiliki banyak kekurangan. Tidak ada aspek struktural, job description, koordinasi, evaluasi dan proyeksi ke depan. Dalamkonteks ini dibutuhkan model manajemen yang lebih dinamis, progresif, danmempunyai unsur pemberdayaan dan penguatan. Disinilah pentingnya manajemen partisipatif yang mengedepankan kolektivitas, teamwork, soliditas dan kualitaskinerja.

B.     Metode Pengajaran
Mengajar anak usia dini membutuhkan metodologi yang unik dan kreatif. Disinilahsignifikansi dan urgensi peran seorang guru dalam mendidik dan menggali potensianak didik. Menurut Rini Utami Aziz, pendidik harus memiliki kualifikasiakademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 29, pendidik pada pendidikan anak usia dini harus diploma (D-IV) atausarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini,kependidikan lain, atau psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Kualitas pendidik sangat menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Kegagalandan kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar yangmenguasai materi, metodologi pengajaran dan skills yang profesional.
Tahapan mengajar anak usia dini
Walaupun pendidikan berlangsung sepanjang hayat namun menurut MariaMontessori, enam tahun pertama masa anak adalah jangka waktu yang paling penting bagi perkembangannya. Tahun prasekolah menjadi masa anak membinakepribadian mereka. Karenanya setiap usaha yang di rancang untuk mengembangkan minat dan potensi anak harus dilakukan pada awal ini untuk membimbing anak menjadi diri mereka dengan segala kelebihannya. Orang tua dan pendidik harus dapat membantu anak menyadari dan merealisasikan potensi anak untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan kepribadian yang utuh.Selain tawaran beberapa metode di atas ada beberapa etode pengajaran lain yanglayak dipertimbangkan untuk mencapai hasil maksimal dalam pengajaran anak usiadini yaitu :
    Metode Global (Ganze Method)Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnyaketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaiankatanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiriakan dapat diserap lebih lama. Dengan demikian anak akan terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif.
    Metode Percobaan (Experimental method)Metode pengajaran ini mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryam, staf pengajar di Sekolah Alam Ciganjur, Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa terdapattiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasiyaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya anak belajar tentang tanaman piang, lalu belajar menanamnya.
    Metode Learning by doingMenurut Nazhori Author, sabda Rasulullah yang berbunyi “ sholatlah kamuseperti kamu lihat aku sholat “ adalah sebuah bukti bahwa proses belajar mengajar sudah berlangsung sejak zaman Rasululla sebagai fondasi awal dalam pendidikan Islam. Sabda tersebut juga mengandung unsur pedagogis dimana bahasa nonverbal yang disampaikan Rasulullah sampai saat ini masih menjadi bumbu penyedap dalam melengkapi meteode pengajaran. Artinya bahasanonverbal memegang peranan dalam proses belajar mengajar. Bahkan bahasanonverbal banyak dgunakan taman kanak-kanak atau kelompok bermain (playgroup) yang banyak mengadopsi model belajar kindergarten nya froebel danmodel belajar Casa Dei Bambini nya Montessori.
    Metode Home Schooling GroupRumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah, anak bisa belajar selaras dengan keinginannyasendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak yang lain, tidak perlu harus ketakutan menjawabsalah di depan kelas dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan jika membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting karena tugas utama ibu adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk  pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda,warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur
Pembelajaran BilingualSatu pertanyaan yang muncul sebagai tanggapan terhadap kecenderungan pengajaran bahasa inggris pada anak-anak adalah sebagai berikut “ sudah perlukah bahasa inggris diajarkan pada anak-anak ?” Pertanyaan ini tampaknyamudah diajukan. Jawaban terhadap pertanyaan ini bisa sederhana namun bisa juga memerlukan penjelasan panjang lebar, bahkan pertanyaan yang sederhanatersebut dapat memunculkan kontroversi yang berkepanjangan. Setidaknya adatiga alasan mengapa anak-anak perlu mempelajari bahasa inggris pada usiadini. Alasan pertama adalah tuntutan pragmatis. Tidak dapat dipungkiri bahwasaat ini tembok pembatas geografis antar wilayah atau bahkan antar negarasudah mulai runtuh, berguguran satu persatu akibat globalisasi. Perkembanganteknologi komunikasi dan informasi tampaknya merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab atas semakin terbukanya hubungan antar manusia pada era global ini. Dampak yang segera kita amati dengan runtuhnya tembok pembatas tersebut ialah semakin mudahnya satu individu, bahkan antar bangsadi tempat yang berbeda dan berada di belahan dunia yang lain berhubungandengan individu lainnya pada waktu yang sesungguhnya (real time).Alasan kedua merujuk pada alasan legal formal dan kesepakatan internasional.Undang-undang Dasar 1945 memberikan amanar kepada pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. UU No 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran guna pengembangan kepribadiannya dankecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.Alasan yang ketiga adalah konseptual. Brumfit (1991 : 11-12) menyatakanargumentasinya terkait dengan faktor usia muda bahwa tidak ada alasan kuatdalam pembelajaran anak-anak untuk tidak mengajarkan bahasa kedua padamereka. Setidaknya ada empat faktor yang ia rujuk untuk mendasariargumentasinya tersebut. Tiga faktor pertama tampaknya elevan untuk dibahas.Faktor pertama adalah proses pematangan. Proses pematangan ini tampaknyalebih berpihak pada pembelajar bahasa usia muda seorang anak belajar bahasasemakin mudah ia akan menguasai bahasa tersebut. Faktor kedua yang berperan penting pada anak-anak dalam mempelajari bahasa adalah emosi dan perasaan.Brown (1994: 135-152) mereview beberapa faktor yang terkait dengan faktor afektif dalam pembelajaran bahasa. Faktor-faktor tersebut adalah self esteem,inhibition, risk taking, anxiety, empathy, extroversion dan motivation. Padafaktor tersebut anak-anak cenderung memiliki nilai yang lebih positif dibanding pembelajaran dewasa. Misalnya anak-anak tidak memiliki beban mental yang berlebihan saat mempelajari bahasa asing, ketakutan membuat kesalahanrendah, dan siswa memiliki keiinginan yang lebih baik untuk mempelajari hal-hal baru lewat bahasa asing.Faktor ketiga adalah lingkungan. Anak-anak cenderung memiliki peluang yanglebih baik dalam mengintegrasikan kebutuhan komunikasi yang sesungguhnyadengan pengalaman kebahasaan barunya. Maksudnya dalam usia yang ditandaidengan eksplorasi terhadap lingkungannya, anak-anak lebih memiliki peluangyang lebih baik dalam menggunakan bahasa secara alami untuk mempresentasikan pemahamannya terhadap lingkungannya. Oleh karena itukebutuhan berkomunikasi anak-anak dengan dengan menggunakan bahasadalam lingkungan sekitarnya lebih terakomodasi secara luas dan alami.
C.    Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah inti sebuah lembaga pendidikan. Kurikulum yang benar akan menghasilkan pengajaran dan kegiatan yang terpadu dan holistik yang mengarah kepada visi danmisi lembaga pendidikan yang dicanangkan. Disinilah pentingnya menyusunkurikulum yang visioner dan prospektif.Sehubungan dengan ciri-ciri di atas, tugas perkembangan yang di emban anak-anak adalah sebagai berikut :
  Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain
  Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
  Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebayanya
  Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
  Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidupsehari-hari
  Mengembangkan hati nurani penghayatan moral, dan sopan santun
  Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis,matematika dan berhitung
  Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diriDalam pengembangan kurikulum ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan :
   Bersifat komprehensif. Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan pekembangan anak secara menyeluruhdalam berbagai aspek perkembangan
Dikembangkan atas dasar pekembangan secara bertahap.Kurikulum harus menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepatdidasarkan pada usia dan tahapan perkembangan setiap anak
  Melibatkan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak
  Melayani kebutuhan individu anak
  Merefleksikan kebutuhan dan nilai masyarakat
  Mengembangkan standar kompetensi anak
Mewadahi layanan anak yang memiliki kebutuhan khusus
  Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat
  Memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak
  Menjabarkan prosedur pengelolaan lembaga
  Memanejemen sumber daya manusia
  Penyediaan sarana dan prasarana Komponen Kurikulum
a.Anak Sasaran layanan pendidikan anak usia dini adalah anak yang berada padarentang usia 0-6 tahun. Pengelompokkan anak didasarkan pada usia sebagai berikut :1.0-1 tahun2.1-2 tahun3.2-3 tahun4.3-4 tahun5.4-5 tahun6.5-6 tahun
b.Pendidik Kompetensi pendidik anak usia dini memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya Diploma Empat (D-IV) atau sarjana (S-1) di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi dan memiliki sertifikasi profesi guruPAUD atau sekurang-kurangnya telah mendapatkan pelatihan pendidikan anak usia dini. Adapun rasio pendidik dan anak adalah sebagai berikut :1.Usia 0-1 tahun rasio 1:3 anak 2.Usia 1-3 tahun rasio 1:6 anak 3.Usia 3-4 tahun rasio 1:8 anak 4.Usia 4-6 tahun rasio 1:10/12 anak
c. Pembelajaran Pembelajaran dilakukan melalui kegiatan bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (content) dan proses belajar. Materi belajar  bagi anak usia dini dibagi dalam dua kelompok usia. Materi usia lahir sampai 3tahun meliputi :
   Pengenalan diri sendiri (perkembangan konsep diri)
2Pengenalan perasaan (perkembangan emosi)
PPengenalan tentang orang lain (perkembangan sosial)
  Pengenalan berbagai gerak (perkembangan fisik)
5Mengembangkan komunikasi (perkembangan bahasa)
   Keterampilan berpikir (perkembangan kognitif)
d.Penilaian (Assessment)Assessment adalah proses pengumpulan data, dokumentasi belajar, dan perkembangan anak. Assessment dilakukan melalui observasi , konferensidengan para guru, survei, wawancara dengan orang tua, hasil kerja anak danunjuk kerja. Keseluruhan penilaian dapat dibuat dalam bentuk portofolio.
e.Pengelolaan PembelajaranLembaga pendidikan anak usia dini dilaksanakan sesuai satuan pendidikanmasing-masing. Jumlah hari dan jam layanan antara lain sebagai berikut :
Ø  Taman Penitipan Anak (TPA) dilaksanakan 3-5 hari dengan jam layananminimal 6 jam. Minimal layanan dalam satu tahun 144-160 hari atau 32-3minggu
Ø  Kelompok Bermain (KB) dilaksanakan setiap hari atau minimal 3 kaliseminggu dengan jumlah jam minimal 3 jam. Minimal layanan dalam satutahun 144-hari 32-34 minggu
Ø  Satuan PAUD sejenis (SPS) dilaksanakan minimal satu minggu sekalidengan jam layanan minimal 2 jam.
Ø  Taman Kanak-kanak (TK) dilaksanakan minimal 5 hari setiap minggudengan jam layanan minimal 2,5 jam.
f.Melibatkan Peran MasyarakatPelaksanaan pendidikan anak usia dini hendaknya dapat melibatkan seluruhkomponen masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan anak usai dini dapatdilakukan oleh swasta dan pemerintah, yayasan maupun perorangan.
Penilaian Kurikulum Evaluasi / penilaian adalah suatu analisis yang sistematis untuk melihat efektivitas program yang diberikan dan pengaruh program tersebut terhadap anak. Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan berkesinambungan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Penilaian kurikulum dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakurikulum dilaksanakan dan kesesuainnya dengan kerangka dasar fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadidi masyarakat. Hasil penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan mengembangkan kurikulum selanjutnya.Kurikulum dan pengembangannya, sebagaimana keterangan di atas, harusdijadikan standar pembelajaran PAUD agar ada standar minimal kualitas yang dicapai. Adapun dinamisasi dan optimalisasi menuju akselerasi kualitas sangat ditentukan oleh profesionalitas manajemen yang mengandalkan ide-ide progresif dari struktur yang diisi kader-kader berkualitas.
 D.Ketrampilan
Keterampilan yang seharusnya dikuasai anak-anak peserta PAUD adalah keterampilan melukis, menggambar, memainkan permainan edukatif, mengenalikemampuan terbesarnya dan lain-lain dengan latihan intensif. Keterampilan-keterampilan ini bisa berkembang sesuai dengan perkembangan potensi anak didik yang ada, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pesatnya gelombanginformasi yang berjalan secara massif dan eskalatif. Dalam konteks ini, guru berperan aktif mengembangkan ketrampilan anak didik secara maksimal,mempunyai tips-tips dengan bakat dan minatnya.Fisilitas, sarana prasarana dan perangkat yang lain harus disiapkan demi suksesnya pendidikan keterampilan anak usia dini. Dengan sarana prasarana yang memadai,anak tertarik untuk mencoba sampai bisa, mengingat watak dasar anak adalahmeniru dan melakukan apa saja yang disenanginya. Salah satu keterampilan yangseharusnya dikuasai anak usia dini adalah keterampilan musik yang membangun jiwa,emosi, spiritual dan sosial bukan yang merusak.Menurut Sugiman, beberapa psikolog melihat bahwa pengaruh positf musik padamanusia tidak semudah analogi obat atas penyakit tertentu. Dr Alexandra Lemont(2000), pakar psikologi musik dari Universitas Keele di Inggris mengatakan tidak ada bukti yang menyatakan bahwa hanya dengan mendengarkan musik dapatmemberikan pengaruh pada kecerdasan maupun emosi anak.Beberapa fakta menunjukkan bahwa keterlibatan aktif dengan musikal lah yangmenyebabkan musik mempunyai pengaruh positif bagi manusia. Aktif di sini tidak hanya bermakna fisikal atau motorik tetapi juga secara mental, emosional dan spiritual. Memberi makna dan nilai musik sebagai suatu hal yang berharga, bermanfaat dan menyenangkan. Musik tidak sekedar dipandang sebagai suaturangkaian bunyi yang harus dimainkan atau didengarkan namun juga rangkaian bunyi indah yang jika disimak lebih mendalam bisa menyampaikan sesuatu yang berharga kepada seseorang.
E.Pelatihan
Manajemen PAUD yang terdiri dari kelembagaan, metode pengajaran dankurikulum adalah hal-hal yang harus dipahami, baik secara teoritis dan praktis, oleh pengelola PAUD dan orang-orang yan terkait di dalamnya. Untuk itu dibutuhkan pelatihan-pelatihan secara intensif dan eksensif bagi calon pengelola PAUD agar materi dasar manajemen kelembagaan, metode pengajaran, dan kurikulum dapatdipahami secara mendalam. Pelatihan ini harus dirancang secara sistematis, efisiendan efektif dengan jadwal yang tepat dan produktif. Secara tekhnis pelatihan inimembutuhkan narasumber yan berkualitas baik dari akademisi, birokrat maupun praktisi, tips-tips khusus aplikasi dan implementasi nya serta simulasi dan praktik langsung.Menurut Dr. Fidesrinur M.Pd, profesionalisme pendidik PAUD harus ditingkatkanmelalui pelatihan-pelatihan, insentif atau penghargaan dari pemerintah sehinggaeksistensi pendidik PAUD dihargai dan diterima masyarakat. Pelatihan yang harusdilakukan dan diterima masyarakat. Pelatihan yang harus dilakukan oleh NationalEarly Childhood Specialist Team (NEST) yang diprogramkan oleh Depdiknas pada bulan maret 2007 lalu di sembilan kecamatan di daerah jakarta barat merupakansalah satu cara efektif dalam meningkatkan eksistensi pendidik PAUD.Cara lain untuk memberikan penyegaran pada pendidik PAUD adalah dengan kerjasama Diknas dengan universitas atau sekolah tinggi yang memiliki program studiPAUD. Selain untuk mempersiapkan calon tutor PAUD telatih, pelatihandiselenggarakan juga untuk menyadarkan dan meyakinkan masyarakat akan pentingnya menyelenggarakan program pendidikan anak usia dini denganmelibatkan masyarakat setempat. Setelah mengikuti pelatihan ini, para pesertadiharapkan mampu dan siap menjadi tutor PAUD dan daat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini dengan tepat dan benar sesuai dengan kebutuhan dankondisi setempat.
Manajemen Program PAUD adalah manajemen pendirian PAUD (membuka lembaga PAUD baru dan manajemen perbaikan/pembenahan PAUD(improvisasi manajemen PAUD yang sudah berjalan)). Persyaratan  minimal manajemen PAUD yaitu, ada peserta didik usia dini (0-6 tahun), ada penyelenggara berbadan hukum, ada pengelola PAUD (TPA, KB, BKB, TK, dll), ada pendidik dan tenaga kependidikan PAUD. Juga tersedia saran dan prasarana pendidikan, memiliki menu generik (kurikulum), memiliki program kegiatan belajar-bermain dan mengajar (PKBM), dan tersedia sumber dana untuk pelaksanaan atau operasional pendidikan.
        Ditambahkan, dalam manajemen PAUD mempunyai orientasi layanan berupa layanan kesehatan dan gizi (pertumbuhan, layanan kecerdasan dan psikologis, layanan sosial dan sikap (emosional), layanan keagamaan dan spiritualisasi. Hal ini bertujuan agar anak usia dini yang terdidik dapat memiliki pengalaman belajar, otak berkembang optimal, pertumbuhan fisik yang sehat, perkembangan psikososial positif, dan bertumbuh sesuai dengan dunia anak.
        Selain substansi pengelolaan program PAUD yang meliputi manajemen personalia atau SDM, kurikulum (menu) kegiatan bermain dan belajar kemudian manajemen peserta didik, manajemen keuangan lembaga, dan manajemen humas serta manajemen sarana- prasarana.
        Dalam hal ini Imron Arifin pun menegaskan bahwa di dalam manajemen keuangan lembaga harus  jelas yaitu pembukuan keuangan yang akuntable, pembukuan sumbangan-sumbangan, pelaporannya dan pertanggungjawaban, pelaporan keuangan dana bantuan dari pemerintah dan instansi terkait. Selain itu pun juga harus memiliki manajemen pendukung keuangan yang juga mempunyai pembukuan usaha-usaha ekonomi PAUD, dan pembukuan khusus dana-dana keagamaan, serta pembukuan keuangan POMG.




Manajemen Sarana dan Prasarana
Sebelum membahas lebih jauh mengenai manajemen sarana prasarana, alangkah baiknya mengetahui pengertian dari manajemen PAUD terlebih dahulu. Menurut Suyadi (2011) pengertian manajemen PAUD adalah suatu upaya mengelola, mengatur, dan atau mengarahkan proses interaksi edukatif antara anak didik dengan guru dan lingkungan secara teratur, terencana, dan tersistematisasikan untuk mencapai tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Sedangkan pengertian manajemen sarana prasarana PAUD itu sendiri adalah pengelolaan secara efektif terhadap seluruh asset lembaga PAUD yang dimiliki. Beberapa bentuk aset sarana dan prasarana tersebut mencakup tanah dan bangunan PAUD, perangkat pembelajaran yang terdiri dari alat-alat permainan edukatif (APE), baik yang indoor maupun outdoor, jasa, dan lain sebagainya. Makalah ini akan membahas mengenai pengelolaan seluruh sarana prasarana tersebut, mulai dari penentuan lokasi pendirian PAUD, luas tanah dan bentuk bangunan, sarana prasarana perangkat pembelajaran, dan manajemen perawatan maupun penggunaan.

B.     Pengelolaan sarana prasarana
Pengelolaan sarana prasarana PAUD mencakup asset-aset yang dimiliki oleh lembaga PAUD itu sendiri, diantaranya:
1.      Lokasi Pendirian PAUD
Sebelum mendirikan sebuah bangunan PAUD, yayasan pendiri harus berkonsultasi kepada tokoh masyarakat mengenai lokasi yang strategis untuk didirikan lembaga PAUD. Karena tokoh masyarakat jauh lebih mengetahui tentang kawasan tempatnya bermukim daripada pihak lain. Hal ini dimaksudkan agar pendirian lembaga PAUD benar-benar berada di pusat kawasan atau area perkampungan sehingga semua anak-anak di kawsan tersebut dapat mengakses lembaga PAUD secara lebih mudah. Tetapi jika pihak yayasan pendiri PAUD sudah mempunyai lokasi yang disediakan khusus, maka tidak perlu lagi konsultasi lagi dengan tokoh masyarakat melainkan meminta persetujuan dan dukungan, terutama tetangga yang paling dekat dengan lokasi.
Pada prinsipnya, lokasi pendirian PAUD adalah area yang paling strategis sekaligus paling kondusif sehingga proses pembelajaran dapat pembelajaran dapat berjalan dengan nyaman, tenang, dan mencerdaskan. Selain itu jalur transportasi yang memadai, sehingga semua orang tua yang mempunyai anak usia dini dikawasan tersebut dapat mengakses lembaga PAUD dengan mudah dan aman.
2.      Luas Tanah dan Bentuk Bangunan
Sangat penting setiap pembangunan atau pendirian PAUD memperhatikan luas tanah dan bentuk gedung guna membuat anak menjadi nyaman dan betah untuk sekolah.
a.    Luas Tanah
Seperti halnya yang terdapat dalam standar pendidikan anak usia dini, suatu pendirian bangunan ada beberapa standar mengenai sarana prasarana, diantaranya:
1.      Aman, nyaman, terang, memenuhi criteria kesehatan bagi anak dan sesuai tingkat perkembangan anak.
2.      Luas lahan minimal 300 meter2 (ruang guru, ruang kepala TK, UKS, kamar mandi/ WC untuk guru dan anak).
3.      Ruang anak dengan rasio 3 m2 per anak
4.      Memiliki fasilitas permainan baik didalam maupun diluar ruangan.
Pada prinsipnya terdapat rasionalisasi perbandingan antara luas tanah, luas bangunan, dan daya tamping anak didik yang akan direkrut. Luas tanah berkaitan dengan penyediaan lahan bermain di area terbuka, beserta kelengkapan sarana prasarana, sedangkan luas bangunan berkaitan dengan kapasitas jumlah anak didik yang akan ditampung. Jika merujuk pada teori-teori ilmu pertanahan (agrarian), luas bangunan dalam sebidang tanah maksimal ¾ dari luas tanah dan ¼ tanah tersebut digunakan untuk membangun sebuah taman.
Sedangkan dalam konteks PAUD, keberadaan ruang terbuka merupakan suatu keniscayaan. Sebab, ruang terbuka akan menjadi ajang kreativitas tanpa batas untuk anak-anak. Oleh karena itu, keberadaannya sangat dibutuhkan.
Tetepi hal ini justru sangat jarang sekali bisa dijumpai perkotaan. Justru kebanyakan PAUD yang ada diperkotaan menggunakan seluruh tanah untuk membangun sebuah gedung dan menempatkan srea bermain di dalam ruangan. Sehingga alternatif berkarya wisata pun selalu diagendakan guna memenuhi kebutuhan anak untuk bermain di ruang terbuka dan mengenal dunia luar selain di ruang kelas.
b.   Bentuk Bangunan
Kebanyakan yang sering dilihat bentuk bangunan PAUD itu cenderung hampir sama dengan bentuk bangunan lain, seperti rumah, toko, dsb. Cuma yang membedakan adalah warna cet dan gambar-gambar yang terpampang di tembok-tembok sekolah saja.
Bentuk gedung PAUD sebenarnya tidak harus kotak. Tetapi bisa berupa ruang lingkaran, elips, segitiga, dan lain sebagainya. Misalnya: kelas A1 berbentuk elips, kelas A2 berbentuk geometri, kelas B1 berbentuk pesawat, dan kelas B2 berbentuk alam terbuka, dan lain sebagainya.
Jika gedung PAUD seperti ini berhasil diwujudkan maka PAUD yang demikian akan menjadi “surga para pembelajar sejati”, yakni anak usia dini. Nuansa yang berbeda-beda tersebut membuat anak senantiasa betah dan tidak pernah merasa bosan di sekolah.
Demikian pula dengan fasilitas bermain anak yang lainnya, seperti kolam renang. Desain kolam renang juga tidak boleh terlalu sederhana, yaitu kotak, bujur sangkar, dan lingkaran. Sebaiknya desain kolam renang untuk anak dibuat dengan bentuk unik, seperti geometri, elips, tak beraturan, dan sebagainya.
3.      Pola Tata Ruang
Pola ruang dan tata kelas juga harus diperhatikan. Maksudnya pola atau susunan berbagai perabotan ruang, seperti meja, kursi, rak, lemari, dan lain-lain harus dibuat semenarik mungkin. Contohnya: meja dan kursi untuk anak harus dibuat dari kayu yang keras tetapi ringan dan dicat dengan warna yang kontras dan terbuat dari zat pewarna non toxid. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat menggeser dan memindah-mindahkan tempat duduknya sesuai dengan keinginannya. Pola tata ruang yang demikian, disamping membuat anak-anak mudah mengeluarkan inisiatif, juga membiasakan mereka untuk belajar tertib, teratur, dan disiplin.

C.    Sarana Prasarana Pembelajaran
Sarana prasarana pembelajaran kegiatan dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Sarana Prasarana Perangkat Pembelajaran Indoor
Perangkat sarana prasarana di ruang tertutup diisi berbagai fasilitas permainan indoor, seperti balok dengan berbagai aturan, bola, benda menyerupai binatang, mobil-mobilan, dan lain sebagainya. Saran prasarana ini akan merangsang kreativitas anak dengan memberdayakan sarana prasarana yang ada diruangan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa jenis alat permainan yang perlu disediakan di dalam ruang atau aula tempat bermain anak, diantaranya:
·         Balok dengan berbagai ukuran
·         Balok yang terbuat dari gabus atau kain
·         Balok susun dengan ukuran beraturan, dari yang kecil sampai yang besar
·         Mozaik
·         Benda-benda berbentuk geometri
·         Papan berwarna-warni dengan beranekaragam bentuk
·         Menara susun beranekaragam bentuk, misal: menara gelang, menara kubus, dsb.
·         Berbagai gambar bertema yang lengkap, misalnya: gambar dengan tema binatang, bangunan, dsb.
·         Balok berbentuk huruf dan bilangan.
Masih banyak lagi alat permainan yang dapat disediakan di aula atau ruangan tertutup sebagai kawasan bebas bergerak untuk aak. Disamping kompleksitas alat bermain diruang tertutup (aula), hal yang perlu diperhatikan adalah penataan atau pengelolaannya.
2.      Sarana Prasarana Perangkat Pembelajaran Outdoor
Selain sarana prasarana dalam ruang atau indoor, lembaga PAUD juga harus melengkapi sarana prasarana di ruang terbuka (outdoor atau lapangan). Isinya sama, yakni berbagai fasilitas pembelajaran atau permainan. Hanya saja, bentuk dan jenisnya lebih bervariasi sesuai dengan kondisi di luar ruangan yang ada. Jadi, selain memfasilitasi sarana prasarana pada ruang tertutup atau aula, juga harus disediakan sarana prasarana permainan di ruang terbuka atau lapangan.
Ruang terbuka juga bisa menjadi wahana empiris terhadap beberapa alat permainan yang terdapat dalam ruang tertutup. Sekedar contoh, jika di dalam ruang telah terdapat berbagai gambar bertema, maka di alam terbuka anak dapat menyaksikan bahkan bersentuhan secara langsung mwrupakan wujud nyata berbagai lukisan di dalam aulanya. Sehingga anak-anak bisa melihat secara langsung, menyentuh secara nyata (jika memungkinkan), mendengar suara aslinya, bahkan mencium aroma berbagai binatang tersebut. Tentu hal ini mampu meningkatkan fungsi panca indra anak secara maksimal.
Daya tarik lapangan atau ruang terbuka bagi anak adalah perlengkapan berbagai edukatif yang sangat bervariatif, seperti: menara, bola dunia, bak pasir, roda berputar, dan lain sebagainya. Secara terperinci beberapa alat permainan edukatif yang selayaknya tersedia diruang terbuka sebagai berikut:
·         Kursi jungkit yang menyerupai kuda-kudaan.
·         Kolam renang dengan kedalaman 60- 80 cm
·         Papan luncur di sebelah koalm renang yang bentuknya menyerupai gajah
·         Ban mobil bekas yang sudah di cat untuk digelindingkan
·         Titian berbentuk binatang yang beragam
·         Papan jungkit dari kayu
·         Ayunan kursi dan ayunan gantung
·         Bola dunia untuk bermainan memanjat
·         Anyaman tali besar (tampar)
·         Terowongan buatan atau gorong-gorong, dan lain-lain.
Walaupun ruang terbuka sebagai ruang belajar telah dilengkapi dengan berbagai permaian yang disebutkan di atas, tetapi tetap saja tidak akamampu mewakili alam terbuka secara luas. Jika ruang terbuka (lapangan) pada khususnya dan alam bebas pada umumnya hendak dijadikan sebagai sumber belajar dan area bermain bagi anak, maka syarat yang tidak boleh diabaikan adalah faktor keamanan. Guru dan orang tua harus bisa menjamin dan memastika suatu area, baik lapangan atau alam terbuka bebas dari tumbuhan liar, binatang berbisa, dan benda-benda tajam lainnya, sehingga anak dapat bermain bebas dan sesuka hatinya tanpa ada rasa takut terhadap benda-benda di alam terbuka tersebut.
Walaupun demikian, pendampingan guru dan orangtua tetap diperlukan. Mengingat kreativitas anak di alam terbuka sangat sulit dikendalikan. Dalam hal ini, Sudono (2006)  memberikan rekomendasi bahwa perbandingan antara guru dan jumlah anak ketika karya wisata adalah 1 banding 5. Artinya setiap satu guru maksimal mendampingi 5 anak.
Satu hal yang tidak boleh diabaikan dalam sarana prasarana pembelajaran, baik di ruang tertutup maupun terbuka adalah, bahwa system layanan pembelajaran harus mengakomodasi kemampuan, minat, dan kebutuhan anak. Sebab, hal ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam setiap mengikuti aktivitas pembelajaran.

D.    Manajemen Perawatan Sarana Prasarana dan Penggunaan
Bagian ini membahas manajemen perawatan sarana prasarana, khususnya berbagai permainan edukatif, baik indoor maupun outdoor. Karena manajemen ini dianggap lebih penting dari pada manajemen yang lain, seperti gedung, mengingat sirkulasi penggunaan relative riskin.
Disamping itu manajemen perawatan sarana prasarana, khususnya permainan edukatif baik indoor maupun outdoor sangat berkaitan awet tidaknya sebuah alat permainan edukatif. Bahkan merawat jauh lebih penting dari pada membuat. Pengelolaan alat permainan edukatif yang baik akan membuat anak senang bermain dan betah untuk menyelesaikan berbagai permainannya. Menutut Cherry Clare, lingkungan sekolah mempengaruhi motivasi bermain anak (Clare, 1972). Oleh karena itu menata atau mengatur alat permainan sedemikian rupa sehingga menarik simpati anak sangat diperlukan. Dengan begitu anak akan senang bermain dan belajar di sekolah.
  Beberapa aspek penting dalam pengelolaan alat permainan edukatif adalah perencanaan, pengadaan, perawatan atau pengawetan, penggunaan, dan evaluasi sekaligus penghapusan.
1.      Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan atau agenda yang dicanangkan dan akan segera dilaksanakan. Dalam konteks manajemen alat permainan edukatif, supaya menghasilkan perencanaan yang baik, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.       Mempertimbangkan jumlah dan usia anak-didik
Sebelum pengadaan alat permainan edukatif, harus dipertimbangkan jumlah anak dan usianya. Sebab, alat permainan yang terlalu sedikit akan berakibat pada pertikaian antar anak karena berebut mainan. Ukuran ruang kelas juga tidak boleh diabaikan. Ukuran ruang kelas anak-anak antara 20-30 peserta didik diperlukan ruang minimal ukuran 7x8 meter.
Tabel pengelompokkan (kelas) Anak Berdasarkan Usia
No.
Usia anak
Jumlah Maksimal
Kelompok
Kelas
1.
0-3     tahun
25 - 30  anak
TPA
-
2.
3-3,6  tahun
15 – 20 anak
KB
A1
3.
3,6- 4 tahun
15 – 20 anak
KB
A2
4.
4 – 5  tahun
15 – 20 anak
TK
B1
5.
5 – 6  tahun
15 – 20 anak
TK
B2
Berdasarkan table pengelompokkan usia anak kedalam kelas-kelas sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami bahwa selisih usia anak-anak pada kelas KB adalah 6 bulan dan anak-anak pada kelas TK 12 bulan atau satu tahun.
b.      Sistem pembiasaan
Sistem pembiasaan perlu dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan. System pembiasaan yang dimaksud adalah pembiasaan anak bermain setiap hari. Kebiasaan ini menuntut jenis permainan yang awet dan tahan lama, sehingga walaupun dipakai setiap hari tetap dalam keadaan baik. Oleh karena itu, ketika mengadakan (membeli) alat permainan edukatif, jangan hanya mempertimbangkan dana atau uang semata. Tetapi, kualitas alat permainan harus diutamakan.
Memang kondisi keuangan TK selalu menjadi alasan klasik keterbatasan alat permainan edukatif. Tetapi, hal itu bisa diatasi dengan menyiasati jumlah alat permainan edukatif secara merata.
c.       Keuangan
Dengan mempertimbangkan faktor keuangan sekolah, hasil perencanaan dapat lebih matang. Sehingga, walaupun alat permainannya sedikit (dengan pola giliran secara atau berurutan dengan baik) bisa mencukupi kebutuhan bermain anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.

2.      Pengadaan
Aspek pengelolaan alat permainan edukatif yang kedua adalah pengadaan. Disamping menyesuaikan dengan perencanaan, pengadaan alat permainan edukatif juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Pemahaman terhadap seluk-beluk alat-alat permainan edukatif.
Tercapai atau tidaknya tujuan belajar pada anak melalui kegiatan bermain ditentukan oleh jenis alat permainan edukatif yang digunakan. Sebab, tujuan memberikan berbagai permainan pada anak tidak lain adalah untuk memperkenalkan kepada mereka berbagai konsep, seperti: warna, bentuk, perbedaan dan persamaan, panjang dan pendek, berat dan ringan, tenggelam dan terapung, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, memperhatikan karakteristik dan seluk-beluk serta fungsi berbagai alat permainan edukatif sangat penting.

3.      Penggunaan
Sifat teknis dalam penggunaan alat permainan edukatif adalah keteraturan atau prosedur bermain yang sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dengan mempertimbangkan faktor keamanan.
Pertama, keteraturan atau prosedur langkah kerja dalam bermain. Menurut Montessori, bermain bagi anak adalah “kerja” bagi orang dewasa (Lesley Britton, 1972). Sebagaimana pekerjaan-pekerjaan lain yang mempunyai aturan dan prosedur kerja, demikian juga dengan alat-alat permainan edukatif yang juga mempunyai aturan bermain yang tertib dan menyenangkan.
Kedua, faktor keamanan. Faktor keamanan adalah aspek terpenting dari bermain. Terlebih lagi jika anak-anak bermain di alam terbuka atau alam bebas. Faktor keamanan tidak boleh ditawar-tawar. Identifikasi faktor keamanan ini dapat dilakukan dengan mendeteksi apakah bahan alat permainan edukatif bersisi tajam, berserat kasar atau dicat dengan sembarang atau tidak? Jika anak-anak bermain di alam bebas identifikasi apakah di lokasi tersebut terdapat binatang melata yang berbisa, tanaman liar berdaun tajam dan lainnya.

4.      Perawatan
Setelah alat permainan edukatif digunakan dengan tertib dan teratur, maka alat-alat permainan tersebut harus disimpan atau dirawat sedemikian rupa, sehingga alat permainan edukatif awet (tahan lama/tidak cepat rusak) dan tetap aman digunakan. Jdi jangan dibiarkan alat permainan edukatif berserakan dan disimpan sembarangan setelah digunakan.

5.      Evaluasi
Dengan kegiatan evaluasi tingkat perkembangan anak yang telah dicapai melalui kegiatan bermain dapat diketahui. Secara otomatis, efektivitas alat permainan edukatif dalam mencerdaskan anak dapat ditinjau ulang.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi semua alat permainan edukatif:
1.      Buatlah daftar semua alat permainan edukatif yang ada, dengan criteria rusak ringan (Rr), rusak sedang (Rs), dan rusak berat (Rb).
2.      Masukkan semua jenis alat permainan edukatif yang ada ke dalam kolom “Jenis alat edukatif”.
3.      Identifikasi semua alat permainan edukatif dalam setiap satu pecan sekali.
4.      Hasil identifikasi adalah pemberian tanda contreng (√) pada setiap jenis alat permainan edukatif.
5.      Tindak lanjut dari hasil evaluasi tersebut adalah, segera dicat ulang untul alat permainan yang rusak ringan (Rr), segera diperbaiki untuk alat permainan yang rusak sedang (Rs), dan segera diganti untuk alat permainan yang rusak berat (Rb).

Program pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu program utama dibidang PNF. Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program PAUD non formal SKB melaksanakan program Kelompok Bermain, mulai tahun 2005 dengan rincian sebagai berikut :
1.        Kelompok Bermain
Kelompok Bermain (KB) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan PNF yang memberikan layanan pada anak usia dini dengan menerapkan basis bermain sambil belajar mengoptimalkan semua potensi anak umumnya memberikan layanan untuk usia 2-4 tahun atau 1-4 tahun.
Waktu pembelajaran 6 hari durasi 2,5 – 3 jam/hari.
Membina anak usia 2 - 4 Tahun, Dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Kelompok Bermain yang diterbitkan pada tahun 2001 oleh Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:
Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah dengan mengutamakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk membantu meletakkan dasar pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar siap memasuki pendidikan dasar, dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Program pendidikan di Kelompok Bermain adalah seperangkat aktifitas yang dilakukan oleh anak selama berada di Kelompok Bermain dalam rangka mencapai tumbuh kembang yang optimal.
Adapun tujuan penyelenggaraan pendidikan di Kelompok Bermain adalah memberikan pelayanan pendidikan prasekolah agar anak dapat:
a.       Mengembangkan kehidupan beragama
b.      Mengembangkan kemandirian
c.       Mengembangkan kemampuan berbahasa
d.      Mengembangkan daya pikir
e.       Mengembangkan daya cipta
f.       Mengembangkan perasaan/emosi
g.      Mengembangkan kemampuan bermasyarakat
h.      Mengembangkan keterampilan (motorik halus)
i.        Mengembangkan jasmani (motorik kasar)
j.        Meningkatkan proses tumbuh kembang anak secara wajar.
(Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan pada Kelompok Bermain, Oktober 1999)
2.        Tempat Penitipan Anak
Tempat Penitipan Anak (TPA) mengasuh anak-anak yang dititipkan untuk usia 1 - 6 tahun. Taman Penitipan Anak yang baik memungkinkan bagi anak untuk dapat belajar dibanding jika diasuh oleh pengasuh di rumah.
Tempat Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan PNF yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya berhalangan (bekerja), sehingga tidak mampu memberikan pelayanan kebutuhan hak anak. Memberikan layanan 6 bulan – 6 tahun. Proses pelayanan dari jam 07.00 – 15.00 selama 6 hari.
3.        Satuan PAUD Sejenis (SPS)
Satuan PAUD Sejenis (SPS) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan PNF yang penyelenggaraannya bisa diintegrasikan dengan berbagai program layanan anak usia dini lainnya. Waktu pembelajaran bebas ( misal 1 minggu bisa 2 kali atau 3 kali)
Jenis PAUD Lainnya :
a.       POS PAUD          : PAUD yang terintegrasi dengan kegiatan POS Yandu
b.      SPS TPQ               : PAUD yang terintegrasi dengan pembelajaran Al-Qur’an
c.       SPS Minggu          : PAUD yang terintegrasi dengan dengan kegiatan kerohanian umat kristen
d.      TAAM                  : PAUD yang terintegrasi dengan pengajaran agama islam untuk anak usia dini ( Taman    Asuh Anak Muslim)
4.        Program PAUD SKB
a.       Mengembangkan model penyelenggaraan PAUD holistik-Integratif
b.      Memperluas layanan PAUD yang bermutu, merata, dan berkeadialan, khususnya di daerah dengan indeks kemiskinan tinggi dan terpencil
c.       Mengembangkan Model Percontohan dan Pusat-pusat rujukan yang mengacu standar PAUD Nasional dan/atau Internasional
d.      Melaksanakan pengendalian dan penjaminan mutu dalam rangka standarisasi dan akreditasi PAUD.
B.     Tujuan Program PAUD, Program PAUD bertujuan untuk:
1.      Memperkuat kapasitas lembaga/satuan pendidikan anak usia dini dalam melaksanakan program layanan PAUD nonformal.
2.      Mendorong masyarakat, organisasi mitra, yayasan dalam memberikan layana program PAUD Nonformal yang mudal dan murah serta mengedepankan mutu.
3.      Memfasilitasi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam meningkatkan layanan program pendidikan anak usia dini terutama bagi masyarakat kurang beruntung.
C.    Manajemen Lembaga PAUD
Lembaga atau satuan PAUD sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang mengutamakan kegiatan bermain sambil belajar. Penyelenggaraan satuan PAUD dapat dilaksanakan oleh lembaga baik swasta, pemerintah, organisasi masyarakat maupun perorangan yang memiliki kepedulian terhadap PAUD. Setiap penyelenggaraan program PAUD baik lembaga maupun perorangan harus memperoleh ijin pendirian dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau instansi lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah setempat. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan ijin penyelenggaraan PAUD, yaitu:
1.      Surat permohonan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten, Cq KaBid PLSPO yang diketahui oleh lurah, camat dan penilik PLS Kecamatan.
2.      Akta notaries pendirian yayasan.
3.      Bentuk dan nama lembaga
4.      Visi dan Misi lembaga
5.      Program kegiatan mengajar
6.      Sarana dan prasarana
7.      Data keterangan yang berisi:
a.       Data pengelola, pendidik, pengasuh ( fotocopy SK Pengangkatan, ijazah terakhir, jumlah jam mengajar
b.      Data peserta didik
c.       Denah lokasi
d.      Surat ijin lingkungan diketahui RT/Kadus/Lurah
e.       Struktur Organisasi
Masa berlaku ijin penyelenggaraan PAUD adalah 3 tahun sejak tanggal diterbitkannya SK, atau disesuaikan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh dinas terkait. Karena pada kenyataannya masing-masing Dinas Kabupaten dan Kota mempunyai kebijakan sendiri (otonomi daerah).
Suatu lembaga pendidikan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien diperlukan adanya penataan, pengaturan, pengelolaan dan kegiatan lain yang sejenis. Langkah-langkah tersebut harus dikonsepkan secara sistematis. Manajemen dapat diartikan sebagai pengelolaan, dalam hal ini pengelolaan lembaga menitik beratkan pada 4 komponen, yaitu:
1.      Pengelolaan tenaga kerja, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
2.      Peserta didik
3.      Sarana prasarana
4.      Pengelolaan Keuangan
Eksistensi lembaga harus dibangun sendiri mungkin dengan menentukan perencanaan yang jelas. Hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut diatas adalah:
1.      Adanya aturan manajemen Program Pendidikan
2.      Adanya aturan manajemen Sumber Daya Manusia
3.      Adanya aturan manajemen Keuangan
4.      Adanya aturan manajemen Sarpras
Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam dunia pendidikan, pengelolaan atas tenaga kerja ini berorientasi pada pembangunan pendidikan, dimana bidang garapan dan keluarannya jelas berbeda dari bidang garapan dan keluaran perusahaan dan pemerintah atau lembaga lainnya. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik aktifitas dunia pendidikan yang menjadi pembeda dengan aktivitas di bidang lainnya. Demikian halnya dengan praktik-praktik pengelolaan tenaga pendidik, bagaimanapun tidak dapat disamakan sepenuhnya dengan praktik-praktik pengelolaan tenaga kerja dalam organisasi lainnya.
Pendidik PAUD sebagai sumber belajar merupakan salah satu komponen pening dalam menentukan keberhasilan program PAUD karena pendidik terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat (6) disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dedi Supriadi (1999:176) menyatakan bahwa tenaga pendidik PAUD semestinya disiapkan secara professional, dimana seorang professional paling tidak mempunyai 3 unsur utama yaitu:
1.      Pendidikan yang memadai, disiapkan secara khusus melalui lembaga pendidikan dengan kualifikasi tertentu.
2.      Keahlian dalam bidangnya.
3.      Komitmen dalam tugasnya.